TEMPO.CO, Jakarta - Sejak dahulu Jakarta dikenal sebagai wilayah yang mempunyai banyak situ atau rawa. Di awal 1960-an, rawa berfungsi untuk menampung air hujan dan limpahan air dari daerah Bogor, Puncak, dan Cianjur sehingga dapat menyelamatkan Jakarta dari banjir besar, sekaligus penyuplai air tanah di sekitarnya.
Rawa umumnya, daerah resapan berada di dataran rendah. Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan Pleistocene ±50 m di bawah permukaan tanah, terutama dataran Pluit yang berada di bawah permukaan laut.
Nama Pluit berasal dari kata fluitschip yang artinya kapal (layar) panjang berlunas ramping. Dulu Belanda meletakkan sebuah fluitschip bernama Het Whitte Paert, yang sudah tidak laik laut di pantai sebelah timur muara Kali Angke. Tempat ini dijadikan kubu pertahanan dalam menghadapi serangan pasukan Banten. Kubu ini dikenal dengan nama De Fluit. Sekarang kita mengenalnya sebagai kawasan Pluit.
Kawasan Pluit berada di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Jakarta Utara merupakan tempat bermuaranya 13 sungai dan dua kanal. Pluit berada di dataran rendah di bawah permukaan laut berupa dataran rawa. Daerah ini baru berkembang pada zaman Ali Sadikin memimpin Jakarta. Kini kawasan ini dikenal dengan perumahan mewahnya, yang hanya dapat dibeli oleh orang-orang yang benar-benar kaya. Di antaranya kawasan modern Pluit, Pulo Mas dan Pantai Mutiara.
Di daerah utara, Kelurahan Pluit berbatasan dengan Teluk Jakarta; sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Penjaringan, dan Kelurahan Pejagalan; serta di sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Kapuk Muara dan Kelurahan Penjaringan di sebelah selatan.
Kelurahan Pluit mencakup Pluit, Muara Karang, Pantai Mutiara, Waduk Pluit, Kawasan Pergudangan Pluit, dan Pemukiman Nelayan Muara Angke. Perumahan serta mal mewah seperti Pluit Village (sebelumnya Mega Mall), Emporium Pluit, dan Pluit Junction.
Kelurahan Pluit memiliki penduduk sebanyak 16. 173 KK dengan 19 RW dan 232 RT. Luas wilayah kelurahan 7.79 kilometer persegi.
Daerah hamparan rawa yang direklamasi menjadi hamparan beton. Guna menampung air sementara dari aliran sungai sebelum ke laut dibangun Waduk Pluit dengan luas 80 hektare. Waduk ini juga untuk mencegah banjir. Pembangunan waduk selesai pada tahun 1981.
Perjalanan kawasan Pluit:
1960, kawasan Pluit dinyatakan sebagai kawasan tertutup. Kawasan ini direncanakan sebagai polder Pluit dan pekerjaan pengerukan kali melalui Keputusan Peperda Jakarta Raya dan Sekitarnya No 387/ Tahun 1960. Namun, di bawah Otorita Pluit, ada pengembangan Pluit Baru untuk pengembangan perumahan, industri, dan waduk. Adapun daerah Muara Karang, Teluk Gong dan Muara Angke untuk perumahan dan pembangkit listrik, serta kampung nelayan.
1971 - Proyek Pluit terus dilanjutkan dengan perluasan wilayah hingga ke Jelambar dan Pejagalan.
1976 - kawasan Pluit menjadi permukiman moderen dengan tempat rekreasi dan lokasi perindustrian
1981 - selesai pembangunan Waduk Pluit. Terjadi banjir besar di Pluit
1985, 1996, 2002, 2007, 2013 - Banjir besar melanda Pluit
Tercatat penurunan tanah hingga 4.1 meter di satu titik antara Pluit dan Muara Baru dari 1974-2010 sehingga tak heran jika Pluit selalu menjadi langgan banjir besar yang susah surut, baik saat air laut pasang maupun surut.
DINA | PDAT