TEMPO.CO, Jakarta -Makanan seperti api. Bisa jadi sahabat bisa juga jadi musuh. Apabila takarannya pas tubuh menjadi bugar, penuh vitalitas, bahkan terbentuk ideal. Namun jika tidak, makanan bisa menggerogoti kesehatan.
Jika dulu gencar kampanye 4 Sehat 5 Sempurna, saat ini pola makan sehat (rujukan WHO) lebih pada piramida makanan. Dari segi porsinya, paling banyak yang ada di paling bawah, karbohidrat baik (roti berserat, nasi merah, oat, biji-bijian, dan sebagainya), lalu di atasnya: buah dan sayur, lalu di atasnya lagi protein nabati (tahu, tempe, kacang-kacangan) dan hewani (telur, ayam, ikan, daging), dan berada di lapisan paling puncak adalah kelompok makanan yang sedikit dibutuhkan oleh tubuh, seperti makanan manis dan gorengan.
“Secara umum, dari segi kebutuhan energi memang 60-80 persen kebutuhan kalori menurut WHO datangnya dari karbohidrat, 30 persen dari protein, sisanya lemak,” ungkap Dokter Grace Judio-Kahl.
Susu tidak lagi dianggap penyempurna, sebab yang dibutuhkan bukan susunya tapi kalsium. Sementara kalsium bisa diperoleh dari makanan lain seperti telur, ikan dan sayuran yang renyah. Mengonsumsi makanan favorit memang manusiawi. Tetapi sejauh mana Anda bisa mengendalikan makanan yang masuk ke dalam perut, itulah yang menentukan kondisi kesehatan Anda sekarang dan nanti.
Semakin terbukanya informasi membuat saat ini pola makan sehat menjadi gaya hidup. Grace mengingatkan perbedaan yang jelas antara pola makan sehat dengan diet.
Baca Juga:
“Diet adalah pengaturan makan untuk kebutuhan khusus. Bisa untuk turun berat atau diabetes kolesterol tinggi. Sedangkan pola makan sehat adalah komposisi makanan yang dipilih karena memang mengupayakan kesehatan,” jelas Grace.
Sebagian orang memilih pola makan sehat karena terbiasa dari kecil dan dididik seperti itu. Sementara sebagian yang lain mengubah pola makan mereka setelah mengalami peristiwa yang kurang menyenangkan.
Banyak pemicu seseorang mengubah pola makan. Di usia muda penampilan menjadi pendorong utama untuk mengubah pola makan (ingin lebih langsing atau tampil lebih menarik). Sementara beranjak usia 40-50an pencegahan terhadap penyakit menjadi tujuan orang mengubah pola makan.
Mengerem nafsu makan cenderung sulit ketika tidak ada pemicu. Menurut jajak pendapat yang dilakukan GH Indonesia terhadap 118 responden laki-laki dan perempuan usia 27-45 tahun, 44% mengaku akhirnya mengerem nafsu makan karena merasa gemuk dan 25% karena mengalami keluhan kesehatan.
RINA HASIR
Berita Terpopuler
TBC Superbandel: Gratis Pengobatan Rp 160 Juta (2)
Ditemukan Gen Penyebab Ibu Pemarah
Cegah Menopause Dini dengan Tak Merokok