TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Cahaya Guru sekaligus Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia, Henny Supolo, mengatakan terdapat salah satu permasalahan pelik dalam dunia pendidikan nasional. Anehnya, masalah ini tidak terlalu diperhatikan oleh banyak pihak, yaitu keseragaman di sekolah, khususnya sekolah negeri.
Berdasarkan pengamatan Yayasan Cahaya Guru pada periode 2006-2010, kata Henny, ditemukan pengakuan sejumlah guru dipaksa menggunakan seragam. Pengakuan ini diambil dari sampel 80 persen guru sekolah negeri dan 20 persen guru sekolah swasta.
"Dari 80 persen (guru negeri), ada yang menyatakan terpaksa ketika mengenakan seragam," kata Henny di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2014.
Seragam yang dimaksud adalah penggunaan kerudung bagi guru-guru di sekolah negeri. Pemakaian kerudung tersebut dianggap sebagai seragam sekolah yang harus dikenakan. Padahal, menurut Henny, sekolah negeri adalah tempat yang menjadi andalan untuk menyemai keberagaman. "Sekolah negeri seakan lupa fungsi sebagai penyemai keberagaman," kata Henny.
Ada pengakuan mengejutkan dari guru yang mengatakan dirinya dituduh hendak menggoda kepala sekolah karena tidak mengenakan kerudung. "Bayangkan, satu pilihan terhadap baju langsung disangkutkan dengan moral," kata Henny.
Keseragaman yang mengacu pada suatu agama mayoritas terjadi pada siswa. Di antaranya, ada siswa yang tertekan karena harus menyatakan dirinya sebagai pemeluk agama mayoritas, padahal dirinya pemeluk kepercayaan. (Baca: Anak Papua Punya Cerita)
Keseragaman tersebut juga terjadi pada seragam siswa, khususnya pada hari Jumat. Yayasan Cahaya Guru menemukan salah satu sekolah di Jakarta Timur, di mana semua murid pada hari Jumat mengenakan seragam agama mayoritas. Sedangkan siswa-siswa nonmayoritas diharuskan mengenakan batch di dadanya sesuai dengan simbol agama masing-masing.
"Sejak kapan kita harus punya label di dahi yang menyatakan agama yang dianut dan mengapa sekolah negeri menganggap ini penting," kata Henny sembari meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan harus mengambil sikap atas fenomena tersebut. "Harusnya mengeluarkan suatu SK yang menyatakan keberagaman harus diwujudkan dalam keseharian di sekolah," kata Henny.
Henny menambahkan dia telah menyampaikan isu tersebut kepada Menteri Pendidikan, M. Nuh. Namun, laporan itu tidak kunjung mendapat tanggapan. Dia mengharapkan semoga pada 2014 ini Menteri Nuh mau menanggapi fenomena tersebut.
Senada dengan Henny, Itje Chodijah, trainer guru sekaligus anggota Dewan Pertimbangan FSGI, menyatakan pemakaian busana muslim di hari Jumat dan batch tersebut akan menimbulkan benih distorsi yang akan mengakibatkan terjadinya ekslusifisme kelompok tertentu. "Sudah tidak saatnya kita mengurusi hal tersebut," kata Itje.
Selain pemakaian busana agama, terjadi juga beberapa hal, yaitu maraknya ritual agama menjelang Ujian Nasional yang dilakukan berdasarkan kayakinan dan pembelajaran kurikulum 2013 yang menguatkan pada agama mayoritas. "Kenapa mengantisipasi perubahan yang massif ini, kok, beloknya ke agama," kata Itje.
RIZKI PUSPITA SARI
Berita Terpopuler
Jokowi Perintahkan PNS DKI Naik Angkutan Umum
Kelompok Teroris Ciputat Punya Rumah di Rempoa
Teroris Digerebek, Densus Sita Senjata di Bogor