TEMPO.CO, Semarang - Bedah buku karya Harry Poeze, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid IV, di Semarang, Senin, 17 Februari 2014, dihadiri ratusan orang. Tak hanya masyarakat pencinta sejarah yang meramaikan acara yang digelar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro itu. Zainal Abidin Petir, bekas ketua tim advokasi Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah, juga turut menghadirinya.
Setelah Harry Poeze memaparkan kisah perjalanan Tan Malaka, acara dilanjutkan dengan dialog. Zainal Abidin Petir pun diberi kesempatan untuk berbicara. Sebab, sebelum acara diskusi digelar, beredar kabar soal adanya penolakan dari beberapa elemen masyarakat, termasuk Front Pembela Islam Jawa Tengah.
Satu mobil berisi anggota FPI pun datang sebelum acara digelar. Namun mereka segera diminta pulang. Zainal menyatakan dialah yang menjembatani panitia bedah buku dan pimpinan FPI Jawa Tengah yang hendak membubarkan diskusi. "FPI juga harus bertindak humanis," kata Zainal.
Setelah mendengar paparan Harry ihwal jejak Tan Malaka, secara pribadi Zainal setuju agar nama baik dan kepahlawanan Tan Malaka terus diangkat. Bekas aktivis FPI ini pun berujar bahwa ada yang terpotong dalam sejarah Indonesia.
Di sela-sela ramainya penolakan acara diskusi buku tentang Tan Malaka ini, Zainal mengaku menghubungi tiga profesor untuk bertanya ihwal Tan Malaka. "Tapi profesor-profesor tersebut tidak tahu (tentang Tan Malaka)," kata Zainal.
Dalam acara itu, Zainal pun curhat soal kenapa ia keluar dari FPI. Zainal mengaku beberapa kali gagal mendapatkan amanah di beberapa lembaga dan komisi di Jawa Tengah gara-gara diidentikkan dengan FPI. Ia mengaku gagal lolos dalam seleksi calon anggota Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah dan KPUD Jawa Tengah karena identik dengan FPI. Padahal Zainal mengaku masuk ke FPI dengan tujuan mendorong organisasi tersebut agar bisa lebih humanis.
Sebelumnya, acara bedah buku yang digagas Komunitas Hysteria dan Komunitas Pegiat Sejarah dengan dukungan Aliansi Jurnalis Independen Semarang ini akan digelar di sekretariat Komunitas Hysteria di kawasan Stonen, Bendan Ngisor, Gajahmungkur. Namun atas pertimbangan keamanan, acara dipindahkan ke Universitas Diponegoro.
Sebab, pada siang hari sebelum acara berlangsung, ada sekelompok orang yang menamakan diri Masyarakat Peduli Nasib Bangsa berunjuk rasa untuk menolak acara tersebut di depan sekretariat Hysteria. Pengurus rukun tetangga yang menaungi sekretariat Hysteria juga mengirimkan surat penolakan. Pemuda Pancasila Semarang dan Front Pembela Islam Jawa Tengah juga mengancam untuk membubarkan acara, namun mereka mengurungkan niatnya itu.
ROFIUDDIN
Terkait:
Ganjar Pranowo Disindir Penulis Buku Tan Malaka
Penolak Diskusi Tak Tahu Sejarah Tan Malaka
Panitia Diskusi Tan Malaka Ajak Pendemo Diskusi
Markas Panitia Diskusi Tan Malaka Digeruduk Massa