TEMPO.CO, Bandung - Menjelang pemilihan umum, pengusaha konfeksi tidak selalu meraup keuntungan. Justru mereka selalu waswas menanti pengumuman hasil pemilu. Sebab, calon anggota legislatif atau pengurus partai yang kalah bisa menumpahkan kekesalan dengan memaki-maki mereka.
Asih, pengusaha konfeksi asal Bandung, punya pengalaman buruk yang masih membekas saat menghadapi Pemilu 2004 dan 2009. Membuka usaha di Sentra Kaos Suci Bandung, Asih mengaku kerap mendapat makian dari calon legislator yang tak terpilih. “Caleg yang kalah mengamuk pada kami,” katanya saat ditemui Tempo di Jalan Surapati, Bandung, Selasa, 11 Maret 2014.
Asih memaparkan perilaku caleg yang mengkambinghitamkan para pengusaha konfeksi. Para caleg itu mengumpat bahwa kekalahannya disebabkan oleh kualitas kaus yang dia beli kurang bagus, ukurannya terlalu kecil, dan segala macam dalih lainnya. “Padahal saya sudah maksimal mengerjakan kaus pesanannya,” ujarnya.
Asih juga mengeluhkan minimnya uang muka pemesanan kaus para caleg sehingga dia dan rekan-rekannya harus mengantongi modal yang besar untuk menombokinya. “Kami terpaksa meminjam uang dan menjual sebagian aset, seperti kendaraan,” ucap Asih.
Menurut Asih, segala cara akan dilakukan pengusaha konfeksi karena mengharapkan keuntungan. Asih mengakui para pengusaha konfeksi tergiur oleh kuota pesanan yang besar. Namun dia tak berharap mendapat pengalaman buruk, seperti yang dialaminya pada Pemilu 2004 dan 2009.
Asih mengaku berulang kali dirugikan oleh caleg dan parpol yang memesan ribuan kaus kampanye karena mereka tidak melunasi sisa pembayaran. Namun Asih enggan melaporkan kasusnya ke kepolisian. “Kalau kami lapor ke polisi, biaya yang dikeluarkan semakin besar. Kami semakin merugi,” tuturnya.
Maka, pada pemilu kali ini, Asih dan pengusaha konfeksi lainnya merasa harus mewaspadai calon konsumennya. Mereka menolak kedatangan orang yang mengaku utusan caleg atau parpol. Mereka juga menolak pesanan dalam jumlah banyak. Strategi yang tepat memang harus diterapkan agar harapan meraup keuntungan tidak berubah menjadi pengalaman buruk.
Asih, yang sudah menjalani bisnis konfeksi sejak awal 2001, mengatakan persaingan pengusaha konfeksi pada Pemilu 2004 dan 2009 tidak seketat saat ini. Apalagi bermunculan pengusaha serupa di berbagai daerah di Indonesia, seperti di Yogyakarta dan Solo.
PERSIANA GALIH