TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menyebut melemahnya perekonomian Cina menyebabkan ekspor Indonesia tertekan. "Ekspor bahan mentah anjlok karena permintaan Cina menurun," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Juda Agung dalam diskusi di Bank Indonesia, Kamis, 3 April 2014.
Ia mengungkapkan, dengan melemahnya perekonomian Cina, tekanan ekspor dan tingginya impor Indonesia, muncullah defisit transaksi berjalan (current accoung deficit ). Jika kondisi ini terus berlangsung, Juda melanjutkan, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5-6 persen.
"Kalau mendekati 6 persen, nanti akan memanas atau overheating sehingga inflasi meningkat dan defisit transaksi berjalan melebar," ucapnya. Juda menuturkan, jika perekonomian tidak stabil, Bank Sentral harus menaikkan suku bunga. Yang terparah jika Indonesia terjebak middle income trap.
Indonesia telah masuk dalam perekonomian kelas menengah yang menginginkan pendapatan lebih tinggi. Sementara itu, jika ekspor masih bersifat tradisional atau belum berdasarkan teknologi tinggi, Indonesia menjadi tidak kompetitif lagi, sehingga, pertumbuhan ekonomi Indonesia terjebak pada level 5-6 persen.
Juda menambahkan hal semacam ini terjadi di Brasil dan Afrika Selatan. Di kedua negara itu, pendapatan per kapita sudah mencapai US$ 5.000-10.000. "Tapi stuck di situ saja karena ekspor sudah tidak lagi kompetitif, upah buruh semakin mahal sehingga negara tidak bisa mengambil manfaat dari potensi pertumbuhan," katanya.
MARIA YUNIAR
Berita Lain:
Menteri PU: Tol Pantura Atas Laut Cuma 'Ngomong'
Pemerintah Lelang 5 Surat Utang Negara
Nasabah Century Desak Direksi Bank Mutiara Dipecat
Freeport dan Newmont Belum Kantongi Izin Ekspor
Enam Kegagalan Pemerintah Pimpinan SBY di Mata Ekonom