TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Dewan Pers Bagir Manan menilai motif awal tokoh-tokoh politik yang memiliki perusahaan media bukanlah untuk menjunjung idealisme pers. "Hanya bagian industri saja," katanya dalam acara workshop Peliputan Pemilu untuk Wartawan Media Cetak dan Media Elekronik yang digelar Dewan Pers di Yogyakarta, Jumat, 4 April 2014.
Mereka, kata dia, tidak menghayati pers sebagai bagian yang harus independen. Jadi, dalam prakteknya, media hanya berfungsi untuk kepentingannya pribadi. Meski demikian, kata dia, hukum di Indonesia memang tak melarang para politikus memiliki perusahaan media.
Dalam kasus media yang dimiliki politikus ini, dia mengimbau jurnalis harus mengamankan news room dari intervensi pemiliknya agar media tetap independen. "Harus ada pagar api," katanya. Pagar api (fire wall) adalah sebuah istilah yang lazim digunakan untuk membedakan antara berita dan iklan. Penerapan prinsip ini, kata dia, sangat bergantung pada integritas seorang jurnalis.
Bagir juga mengimbau pada politikus pemilik media agar tak berlebihan dalam memanfaatkan medianya untuk kepentingan pribadi. "Kalau mereka melebih-lebihkan, pasti akan merugikan dirinya," katanya.
Pemilu, ujar dia, adalah kesempatan untuk mengungkap gagasan baru. Media harus mendorong munculnya gagasan itu. Misalnya saja, ketika pemerintah menyebutkan kondisi ekonomi tumbuh 5,5 persen. Ini adalah kabar yang menggembirakan. Namun media semestinya tetap kritis dan mempertanyakan di tangan siapa pertumbuhan ekonomi 5,5 persen itu berada.
ANANG ZAKARIA
Terpopuler:
Jokowi Mendatangi Rumah Iwan Fals di Depok
Masa Kampanye, Ayu Ting Ting Raup Rezeki
Relawan Jokowi Ada di 31 Negara