TEMPO.CO, Jakarta - Analis pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mempertanyakan tujuan pemerintah untuk mengenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk telepon selular (ponsel). "Apakah benar PPnBM sudah diterapkan dengan tepat untuk barang yang masuk kategori mewah atau eksklusif," katanya kepada Tempo, Selasa, 8 April 2014.
Prastowo mengatakan PPnBM seharusnya diterapkan untuk mengatur peredaran dan konsumsi barang bukan kebutuhan pokok agar tidak mempengaruhi pola konsumsi masyarakat.
Dia mengkritik tujuan pemerintah dalam menerapkan PPnBM untuk ponsel, yakni menekan defisit transaksi berjalan dengan memperkecil impor. Apalagi, definisi dan batasan ponsel yang kena PPnBM belum jelas dan bisa diperdebatkan. "Jika suatu saat impor kedelai atau daging menyebabkan defisit, apakah akan kena PPnBM juga?"
Lebih jauh, kata Prastowo, pemerintah diminta tidak berharap untuk meningkatkan penerimaan negara dari PPnBM. Sebab, kuantitas barang mewah yang dikonsumsi masyarakat relatif rendah. Selain itu, tingkat konsumsi satu barang akan menurun jika sudah ditetapkan terkena pungutan PPnBM.
Pada Senin, 7 April 2014, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan PPnBM bisa dikutip untuk produk ponsel pintar dengan batas harga Rp 5 juta ke bawah. Menurut dia, masyarakat tak akan terbebani dengan penambahan harga jual akibat pengenaan pajak barang mewah ini. "Hal ini pun bertujuan untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri," katanya.
Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat mengatakan pengenaan PPnBM pada semua jenis ponsel bisa memberikan kesempatan kepada industri dalam negeri untuk bisa tumbuh. Saat ini, kata dia, ada empat produsen ponsel domestik. "Pajak ini menjadi insentif supaya ada kesempatan untuk bertumbuh," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler
Anas 'Tabuh Genderang Perang' Lawan SBY
Cara Jokowi Jelaskan Kasus Busway Karatan |
Kata Agnez Mo Soal Insiden Nip Slip