TEMPO.CO, Bantul - Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bantul, Supardi, mengatakan laporan masyarakat mengenai praktek politik uang bermunculan pada masa tenang ini. Menurut Supardi, laporan inni umumnya disampaikan lewat telepon dan pesan pendek. "Hari ini saja ada lima laporan warga masuk lewat SMS," katanya, Selasa, 8 April 2014.
Laporan masyarakat mulai masuk sejak hari pertama masa tenang, atau Ahad, 6 April lalu. Namun, menurut dia banyak pelapor yang enggan memenuhi panggilan Panwaslu Bantul untuk melengkapi syarat formal laporan. "Tadi pagi (Selasa, 8 April 2014), nomor tiga pengirim SMS tidak bisa kami hubungi," katanya.
Sayangnya, Supardi enggan menyebutkan jumlah pasti informasi dari masyarakat perihal praktek politik uang yang sudah masuk ke Panwaslu Bantul selama hari tenang. Supardi juga tidak mau membeberkan informasi detailnya, termasuk modus dan lokasi praktek politik uang tersebut. "Lokasinya pokoknya di Bantul," katanya.
Koordinator Divisi Pelaporan dan Penindakan Panwaslu Bantul, Harlina, berpendapat, informasi seperti itu tidak akan dibeberkan oleh Panwaslu ke publik. Menurut dia, informasi yang belum memenuhi unsur sebagai laporan, sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013, tak layak dipublikasikan. "Baru dua informasi selama hari tenang yang jelas, tapi itu juga belum memenuhi unsur laporan," katanya.
Dia mencontohkan laporan yang belum bisa dipublikasikan lainnya. Yakni kasus politik uang yang ditangani kepolisian. "Akan segera masuk ke BAP (berkas acara perkara), tapi tidak akan kami publikasikan ke media dulu, nanti malah gagal upaya penindakannya," katanya.
Menurut Harlina, unsur formal syarat administrasi berupa adanya saksi untuk membuktikan kebenaran laporan harus dipenuhi. Dia mencontohkan, kasus pembagian kain batik dari salah satu caleg di Bantul pada masa kampanye lalu tidak bisa ditindak karena tidak adanya saksi. "Susah minta warga bersaksi," ujarnya.
Dia mengatakan dua laporan masyarakat yang lumayan jelas mengenai politik uang di Bantul pada masa hari tenang menyebut pelakunya memakai modus lama, yakni menebar uang agar masyarakat mencoblos caleg tertentu. Kasus pertama terjadi di kawasan Badegan, yang tak jauh dari sekretariat Panwaslu. "Sedang dilacak panwascam (panitia pengawas kecamatan)," kata Herlina.
Pada Selasa siang, seorang warga Dusun Ngrancah, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, juga mendatangi Panwaslu Bantul untuk melaporkan kasus pembagian uang dari tim sukses caleg PKS. Pria yang mengaku bernama Paijo itu menulis laporannya mewakili tujuh warga yang telah menerima duit Rp 40.000 dari caleg. Dia semula menghubungi nomor telepon sekretariat Panwaslu, kemudian bersedia diminta datang.
Sayangnya, Paijo tidak membawa kartu identitas resmi sama sekali. Dia tidak bisa menyerahkan kartu tanda penduduk (KTP) ataupun surat izin mengemudi (SIM). Padahal, Paijo sudah memberi keterangan rinci di atas kertas dengan tulisan tangan mengenai isi laporannya.
Perempuan yang menemani Paijo melapor sebenarnya membawa KTP, tapi dia tidak paham isi laporan. "Kami tunggu dulu identitas pengenalnya, baru informasi seperti ini layak jadi laporan resmi," kata Herlina.
Pegiat Masyarakat Transparansi Bantul, Irwan Suryono mengatakan dia menemui banyak praktek pembagian uang sejumlah Rp 30.000-50.000 ke masyarakat sejak Kamis pekan lalu. Menurut Irwan, praktek seperti ini marak terjadi di sekitar tempat tinggalnya, di kawasan Desa Pleret, Bantul. "Tim sukses berseliweran, tapi mereka hanya memberi warga yang dianggap kemungkinan besar memilih calegnya," katanya.
Modus lainnya, Irwan menjelaskan, seorang caleg inkumben membiayai pengerasan jalan kampung di sekitar Pleret pada saat menjelang masa tenang. Irwan enggan melaporkan kasus seperti ini ke Panwaslu karena pesimistis benar-benar akan ditindak. "Buktinya, sejumlah laporan politik uang selama masa kampanye tak bisa ditindak, " katanya.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM