TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Rusli Effendy mengatakan pemecatan terhadap Wakil Ketua Umum Suharso Monoarfa dan empat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PPP melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. Pemecatan seharusnya melalui mekanisme surat peringatan tiga kali.
"Di Pasal 4 ayat (3), pemberhentian anggota harus ada surat peringatan tiga kali berturut-turut dalam kurun 15-30 hari," kata Rusli sambil menunjukkan buku AD/ART di kantor DPP PPP, Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2014. Pasal 10 ayat (2) menyebutkan pemberhentian juga harus dibicarakan dalam rapat pengurus harian. (Baca: Sekjen PPP: Surat Pemecatan Ilegal)
Menurut Rusli, pemberhentian itu tidak melalui mekanisme pemberian surat peringatan dan diputuskan dalam rapat pengurus harian. Rusli mengatakan surat pemberhentian itu bisa ditinjau kembali dan dibatalkan karena sudah melanggar AD/ART.
Pelanggaran AD/ART lainnya, kata dia, adalah surat itu juga ditandatangani oleh Ketua Umum dan Wakil Sekretaris Jenderal PPP. "Padahal, aturannya diteken oleh Sekjen dan Ketua Umum PPP, kecuali kalau dalam keadaan mendesak. Tapi tak ada yang mendesak sampai dikeluarkannya surat itu," kata Rusli.
Kisruh internal PPP kian memanas. Upaya penggulingan Ketua Umum Suryadharma Ali berbuntut pemecatan sejumlah kader partai berlambang Ka’bah itu. "Surat pemecatan sudah ditandatangani oleh Ketua Umum dan Wakil Sekjen PPP," kata Wakil Sekretaris Jenderal PPP Syaifullah Tamliha di Jakarta, Rabu, 16 April 2014. (Baca pula: PPP Bantah Ada Pemecatan Kader)
Mereka yang dipecat dari jabatannya adalah Ketua Badan Pemenangan Pemilu PPP Suharso Monoarfa, Ketua PPP Jawa Barat Rahmat Yasin, Ketua PPP Jawa Timur Musyaffa Noe, Ketua PPP Sulawesi Selatan Amir Uskara, Ketua PPP Sumatera Utara Fadli Nurizal, dan Sekretaris PPP Kalimantan Tengah Awaluddin.
SUNDARI SUDJIANTO