TEMPO.CO, Yogyakarta - Adik Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Bendara Pangeran Haryo Prabukusumo, mengimbau kepada kerabat keraton untuk bersikap netral dalam menyikapi kampanye dua pasangan calon presiden dan wakilnya, Jokowi-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta. Namun, ujarnya, apabila kerabat keraton ingin memberikan dukungan kepada pasangan capres-cawapres, maka lebih baik dilakukan tidak secara terang-terangan.
"Memilih itu hak masing-masing. Tapi tak perlu digembar-gemborkan. Silent saja," kata Prabukusumo saat ditemui Tempo di Gedung Pracimosono, kompleks Kepatihan Yogyakarta, Rabu, 28 Mei 2014. (Baca: Prabowo Incar Keluarga Keraton Yogya Jadi Juru Kampanye)
Keberadaan dua menantu Sultan yang berpolitik, menurut Prabukusumo, merupakan konsekuensi logis. Keduanya adalah Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Purbodiningrat sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan KPH Wironegoro sebagai kader Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Dia pun mempersilakan apabila keduanya memberikan dukungan langsung kepada pasangan capres-cawapres seperti menjadi juru kampanye. Hanya saja, dukungan itu diberikan secara tidak terbuka.
"Monggo saja. Tapi saran saya, lebih baik dukung dari belakang saja, meskipun kader. Caranya kan banyak. Bisa dengan gerilya. Tidak harus di depan," ujar Prabukusumo.
Imbauan tersebut juga ditujukan Prabukusumo kepada Sultan dan permaisurinya, Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Lantaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 atau UU Keistimewaan DIY, sultan dilarang berpolitik.
"Pak Sultan harus lebih hati-hati lagi. Karena beliau gubernur. Kalau sampai ketahuan wartawan (kalau mendukung capres) lalu ditulis, kan kacau nanti. Karena itu harus betul-betul netral," kata Prabukusumo. (Baca: Sultan Nyapres, Jokowi Yakin Suara di Jawa Kuat)
Imbauan kepada kerabat keraton untuk bersikap netral maupun memberikan dukungan tidak secara terang-terangan, menurut Prabukusumo, karena hanya dua pasangan capres-cawapres hanya maju. Kondisi tersebut ditengarai Prabukusumo akan menimbulkan kerawanan karena rawan gesekan. Berbeda apabila pasangan capres-cawapres lebih dari dua pasang.
"Kami (kerabat keraton) punya kewajiban untuk meredam, sebagai penengah. Sing menang ojo umuk, sing kalah ojo ngamuk," ujar Prabukusumo.
Sultan kembali menegaskan penolakannya sebagai juru kampanye pasangan Prabowo-Hatta."(Diminta) jadi apa? Siapa (yang minta)? Wong enggak ada (tim capres) yang ngomong sama aku kok. Kan enggak mungkin kalau aku jadi jurkam," kata Sultan saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta, Rabu, 28 Mei 2014.
Selain berbicara soal juru kampanye, Sultan juga memberikan kebebasan kepada anak dan menantunya untuk menentukan pilihan. Sultan tidak memberikan pernyataan tegas soal boleh tidaknya menantunya menjadi juru kampanye atau memberi imbauan kepada kerabat keraton untuk bersikap netral. "Enggak ada urusannya dengan kelembaaan (keraton). Itu urusan sendiri. Mereka sudah berkeluarga, punya hak hukum sendiri," ujar Sultan. (Baca: Adik Sultan HB X: Buat Apa Nyapres untuk Kalah)
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Bambang Cipto, menilai baik adanya imbauan agar kerabat keraton bersikap netral atau pun mendukung tidak secara terang-terangan. Meskipun imbauan tersebut tak bisa menghentikan keinginan kerabat keraton untuk memihak dan membantu koalisi tiap-tiap pasangan capres-cawapres saat ini.
"Asalkan Sultan tidak memberikan statement yang jelas, maka tidak akan menimbulkan keresahan. Kalau buat statement akan diikuti masyarakat Yogyakarta," kata Bambang kepada Tempo di Kepatihan.
Bambang pun yakin apabila Sultan tidak akan bersikap terbuka dalam memberikan dukungan. Sikap demikian tersebut, menurut Bambang, sama halnya dengan sikap Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan.
"Beda dengan Nahdlatul Ulama yang eksplisit (mendukung). Kalau Muhammadiyah tetap menjaga ormasnya tidak berpolitik, meski secara pribadi dipersilakan."
PITO AGUSTIN RUDIANA
Terpopuler:
Punya Rp 46 T, Chairul Tanjung Belum Lapor ke KPK
Agung Laksono Gantikan Suryadharma Ali
Deddy Mizwar Pilih Prabowo-Hatta