TEMPO.CO , Jakarta - Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono menyatakan kondisi perekonomian dunia di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berbeda dengan keadaan terkini. Karena itu, pemerintah disarankan agar mempertimbangkan opsi kenaikan harga bahan bakar minyak.
"Belum ada urgensi menaikkan harga BBM," kata Ibas di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 17 November 2014 lalu. Justru, kata dia, pemerintah seharusnya menurunkan harga BBM karena asumsi APBN di atas harga dunia.
Sesuai dengan Undang-Undang APBN 2014, pemerintah bisa menaikkan harga BBM ketika harga asumsi minyak dunia sebesar US$ 105 dolar per barel atau meningkat 15 persen. Padahal, kata Ibas, harga minyak dunia terkini dipatok sebesar US$ 80 per barel dari asumsi tersebut.
Sepanjang sepuluh tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, subsidi BBM hampir mencapai Rp 1.300 triliun. Yudhoyono menaikkan harga BBM selama beberapa kali. "Pak SBY bisa menjelaskan why dan how-nya," ujar dia. Kata Ibas, harga minyak dunia kala SBY menaikkan harganya cenderung naik.
Kini Jokowi mencabut subsidi tersebut dengan dalih dialokasikan untuk program yang produktif. Saat dinaikkan, Ibas berharap masyarakat tak dibebani. Musababnya, kata dia, tahun ini warga sudah direpotkan oleh kenaikan harga listrik dan gas. "Jangan sampai ini memicu kesulitan, khususnya di rumah tangga," kata dia. "Tolong pemerintah mengkaji ulang kebijakan ini."
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Faisal Basri mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada November 2014 adalah momentum yang terbaik untuk menekan disparitas harga. Menurut Faisal, harga barang-barang konsumsi sedang menurun, seperti gandum, gula, kedelai, dan jagung. Dengan menaikkan harga BBM pada November, kata Faisal, "Dampak inflasinya tidak akan terlalu besar."
MUHAMMAD MUHYIDDIN