TEMPO.CO, Jakarta - Pengelola perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah menuai sorotan. Riset yang dilakukan The Institute for Ecosoc Rights menemukan fakta bahwa ekspansi perkebunan sawit menggusur lahan warga setempat. (Baca: Beli Sawit dari Hutan, Izin Pengusaha Bisa Dicabut)
Aktivis dari Institut Ecosoc, Sri Palupi, mengatakan dampak langsung dari ekspansi perkebunan sawit di Kalimantan Tengah adalah hilangnya hutan, tanah adat, rawa, ladang, sawah, dan kebun warga. Lahan itu berubah menjadi perkebunan sawit yang berpola monokultur.
Palupi menuturkan 75 persen warga di beberapa wilayah kehilangan lahan garapan. "Lahan yang hilang mencapai 40-74 persen dari luasan sebelum diambil alih perusahaan sawit," ujar Palupi dalam bedah buku Industri Perkebunan Sawit dan Hak Asasi Manusia di Hotel Akmani, Selasa, 27 Januari 2015. (Baca juga: Inilah Tantangan Industri Sawit Tahun Ini)
Menurut Palupi, Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Tengah menyebutkan 57,43 persen warga tidak memiliki sertifikat tanah. Hal ini semakin memperlemah posisi warga, sehingga lahannya rentan tergusur oleh perusahaan sawit.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup San Afri Awang mengatakan perkebunan sawit bermanfaat bagi perekonomian, tapi kerap merusak lingkungan. "Itu sebabnya pemerintah masih melakukan moratorium pembukaan lahan," ujarnya. Afri juga menyerukan penghentian eksploitasi lahan gambut. "Lahan gambut harus dipulihkan," tuturnya.
AMIRULLAH
Berita Terpopuler
3 Aktor Kontroversial di Balik Kisruh KPK vs Polri
Diminta Jokowi Mundur, Budi Gunawan Menolak
Diminta Tegas Soal KPK, Jokowi Kutip Ronggowarsito