TEMPO.CO, Jakarta - Divine Production mengakui bahwa mereka tidak menjalin kerja sama dengan pihak sekolah secara institusi dalam penyelenggaraan pesta bikini "Splash After Class". Mereka hanya menggaet para siswa untuk bekerja sama dengan mereka.
Pengacara Divine Production Andreas Silitonga mengatakan pihaknya punya bukti kerja sama antara Divine dengan siswa. "Memang tak ada keterlibatan sekolah secara institusi. Ada beberapa siswa yang kerja sama dengan kami," kata dia di kantor KPAI, Selasa, 28 April 2015.
Para siswa itu, kata Andreas, bekerja sama dengan pihaknya, di antaranya terkait promosi dan penjualan tiket. "Antar siswa saja kerja sama. Kami punya bukti MoU," ujarnya.
Karena pesta bikini ini menjadi kontroversi di masyarakat, sekolah-sekolah yang namanya tercantum dalam pamflet pesta bikini "Splash After Class" meradang. Mereka tak terima karena acara tersebut dijalankan tanpa sepengetahuan sekolah dan tidak sesuai dengan karakteristik pendidikan yang selama ini diajarkan.
Terkait itu, Andreas mengatakan pihaknya sudah menyampaikan permintaan maaf kepada sekolah. "Kami sudah sampaikan permintaan maaf," ujarnya. Divine memang sudah mengirimkan surat permintaan maaf dan melakukan konferensi pers.
Dia mengaku akan mendatangi sekolah satu per satu. "Kami akan hadir secara pribadi," ujarnya. Namun dia mengatakan tak bisa dilakukan secara langsung melainkan secara bertahap. "Ini semua sedang berproses. Semua akan kami kasih penjelasan."
Sebelumnya, penyelenggaraan pesta bikini yang rencananya diselenggarakan 25 April 2015 oleh Divine menuai kontroversi di masyarakat. Acara yang digelar sebagai pesta usai Ujian Nasional itu dinilai tidak pantas diikuti pelajar. Dalam selebaran promosi tercantum 18 sekolah yang diklaim mendukung acara tersebut. Belakangan diketahui sekolah-sekolah mengaku tak tahu menahu soal penyelenggaraan acara itu. Sekolah-sekolah yang tak terima pun beberapa sudah melapor ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik. Di antaranya adalah SMA 29 Jakarta dan SMK 26 Jakarta.
Sekretaris Jenderal KPAI Erlinda mengatakan pihaknya tetap akan mengikuti proses yang sedang berjalan terkait kasus ini, terutama karena pihaknya tetap menilai ada kesalahan dalam penyelenggaraan acara ini.
"Ada potensi pelanggaran," kata dia. Menurut dia, meskipun akhirnya batal dilaksanakan, acara tersebut bisa memicu timbulnya penyimpangan perilaku, terutama di kalangan anak-anak atau siswa. "Ini jadi seolah mengusung budaya kalau acara seperti itu dibolehkan."
NINIS CHAIRUNNISA