TEMPO.CO , Yogyakarta: Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta meminta Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman segera menyusun dokumentasi paugeran (aturan hukum) secara terstruktur dan sistematis.
“Saya hanya mengingatkan amanat Undang-Undang Keistimewaan agar menyusun dan mengumumkannya kepada masyarakat,” kata Wakil Ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto, Selasa, 5 Mei 2015.
Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X kemarin disebut-sebut telah mengangkat puteri sulungnya, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, menjadi putera mahkota. Nama Pembayun pun diubah menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Peristiwa itu disebut merupakan kelanjutan dari sabdaraja kedua, setelah yang pertama berlangsung pada Kamis pekan kemarin.
Arif mengatakan pengubahan nama dan pengangkatan itu merupakan urusan internal keraton dan legislatif tak akan mencampurinya. Namun, persoalan yang terjadi di internal keraton itu pasti akan berdampak pada pelayanan publik pemerintah DIY. “Suka atau tidak suka, wilayah internal itu menjadi tak terpisahkan dengan pelayanan publik,” katanya.
Sultan, yang juga gubernur DIY, dikabarkan akan segera mengirimkan surat penjelasan tentang sabdarajanya kepada Kementerian Dalam Negeri dan ditembuskan ke DPRD DIY. “Kami bersikap menunggu,” kata Arif ditanya tentang surat penjelasan sabdaraja Sultan itu.
Arif mengatakan akan segera menggelar koordinasi dengan pemerintah DIY setelah surat itu sampai di tangan dewan. Meski persoalan keraton tetap menjadi urusan internal kasultanan, menurut dia, persoalan yang menyangkut pelayanan publik jangan sampai terganggu. “Itulah pentingnya duduk bersama ini,” ujar dia.
Wakil Ketua DPRD DIY Dharma Setiawan mengatakan hingga saat ini belum menerima pemberitahuan apapun dari pemerintah, termasuk tembusan surat untuk Kementerian, tentang peristiwa sabdara yang berkembang. Ia berharap, Sultan menjelaskan sabdaraja pada masyarakat. “Diumumkan secara resmi dan dijelaskan,” katanya.
ANANG ZAKARIA