TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyerahkan hukum bacaan Al-Quran dengan langgam Jawa kepada para ulama. Menurut dia, para ulama di Majelis Ulama Indonesia yang memiliki otoritas menentukan haram-tidaknya langgam Jawa dalam bacaan Al Quran.
"Kami serahkan ke ulama, ormas Islam, terutama yang ada di MUI di mana pun, agar mereka (yang menentukan hukum langgam)," kata Lukman di Jakarta, Rabu, 20 Mei 2015. Lukman menambahkan, ulama merupakan orang yang kredibel dan mengerti agama dengan baik. "Kami akan ikuti putusan ulama mayoritas terkait dengan hal ini."
Lukman memahami perbedaan pendapat terkait dengan langgam Jawa dalam bacaan Al-Quran, yang dilantunkan qari Muhammad Yasser Arafat di Istana pada peringatan Isra Mikraj beberapa hari lalu. Pembacaan Al-Quran langgam itu kemudian memunculkan pro dan kontra. Acara Isra Mikraj di Istana tersebut dihadiri Presiden Joko Widodo dan sejumlah duta besar negara Islam. Qori Yaser Arafat melantunkan Surah An-Najm ayat 1-15 dengan cengkok atau langgam Jawa.
"Kami mengerti, di tengah masyarakat, ada pandangan beragam terkait dengan qiraah tilawah khas Nusantara. Langgam Jawa ini untuk menunjukkan kebudayaan dan pemeliharaan khasanah Islam yang baik untuk disebarluaskan di Nusantara lewat bacaannya," tutur politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.
Lukman menjelaskan, ada ulama yang membolehkan langgam selain qiraah sab'ah atau tujuh jenis bacaan pakem yang telah ada sejak awal Islam. "Sejauh tajwidnya (hukum membaca huruf) terjaga dengan baik dan tidak mengubah makna kalimat yang dibaca pada ayat Al-Quran," tuturnya.
Langgam ini, ucap Lukman, juga untuk memperkaya khasanah Islam yang telah tumbuh sejak ratusan tahun lalu. Banyak penyebar Islam memadukan nilai-nilai agama ke tradisi yang berkembang. Langgam Jawa pun, ujar Lukman, bukan merupakan hal baru.
"Meski bukan baru sama sekali, kami sempat menutup musabaqah hafalan Al-Quran tingkat ASEAN dan Asia-Pasifik di Istana Wapres pada Maret lalu dengan membacakan Al-Quran dengan langgam Jawa. Acara ini juga dihadiri juri skala internasional, dan mereka tahu itu tapi tidak lantas mengharamkan."
ANTARA | FAIZ NASHRILLAH