TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengatakan pelaporan majalah Tempo seharusnya ditujukan ke Dewan Pers sesuai dengan Undang-Undang Pers. Permasalahan yang berkaitan dengan isi berita memang menjadi tanggung jawab Dewan Pers.
"Tapi kadang masyarakat, kan, tidak mau repot. Makanya lapornya ke polisi," katanya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 11 Juli 2015. "Ya, kami juga tidak bisa menolak."
Menurut Badrodin, tidak semua masyarakat paham bahwa permasalahan isi berita harusnya dilaporkan ke Dewan Pers, bukan ke Bareskrim. Sebagian masyarakat, kata dia, lebih memilih melaporkan media ke polisi lantaran masih awam dengan Dewan Pers. Namun ia tak mempermasalahkan bila akhirnya masyarakat melaporkannya ke polisi.
"Kalau laporannya ke polisi, kami akan berkoordinasi dengan Dewan Pers. Apakah ada unsur pidana atau tidak. Kalau tidak, cukup diselesaikan ke Dewan Pers," ujarnya.
Baca juga:
Hendropriyono: Pelapor Tempo Palsu
Pemred Tempo Tanggapi Laporan Kader PDIP ke Polisi
Majalah Tempo dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri terkait dengan laporan utama berjudul “Kriminalisasi KPK” edisi 13-19 Juli 2015 pada Sabtu siang. Pelapornya adalah bakal calon Wali Kota Bandar Lampung asal PDI Perjuangan, Maruly Hendra Utama.
Maruly menuding Pemimpin Redaksi Majalah Tempo dan tim wartawan atas tuduhan penistaan sesuai Pasal 310 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, penyebaran fitnah seperti Pasal 311 KUHP, dan pembuatan berita bohong yang diatur Pasal 390 KUHP. Dia mengaku merasa dirugikan atas laporan tersebut. Dia memandang laporan itu berisi fitnah.
Laporan utama majalah Tempo itu menuliskan dugaan kriminalisasi yang dilakukan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam laporan tersebut dibeberkan sejumlah transkrip percakapan orang yang diduga Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dengan orang yang diduga anggota Divisi Hukum PDI Perjuangan, Arteria Dahlan.
Juga ada pembicaraan Hasto dengan Direktur Kriminal Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta Komisaris Besar Karyoto serta mantan Kepala Badan Intelijen Negara Abdullah Makhmud Hendropriyono.
Selanjutnya: Nota Kesepahaman