TEMPO.CO, Jakarta - Pelatih nasional wushu disiplin seni (taolu), Sandry Liong, menyatakan persiapan mental yang baik adalah salah satu kunci kesuksesan atlet-atlet taolu Indonesia di Kejuaraan Dunia Wushu ke-13 yang berlangsung di Istora Gelora Bung Karno, 14-18 November 2015.
Lindswell Kwok, atlet cantik yang sudah pernah merebut medali emas di dua kejuaraan dunia, kembali berhasil meraih dua medali emas—kali ini di nomor taijijian dan taijiquan. Dia menjadi salah satu dari tiga penyumbang medali emas taoulu Indonesia, yang secara total mempersembahkan enam medali emas. Adapun dua peraih medali emas lain adalah Charles Sutanto (2 emas di nomor jianshu dan qiangshu putra) dan Juwita Niza Wasni (2 emas di nomor nandao dan nangun putri).
Dengan satu tambahan medali emas dari disiplin sanda (tarung) yang disumbangkan Yusuf Widiyanto, Indonesia secara total memperoleh 7 medali emas, 3 perak, dan 6 perunggu. Hasil ini menempatkan Indonesia di peringkat dua daftar perolehan medali—tepat di bawah Cina. Ini adalah peningkatan prestasi yang signifikan dibandingkan kejuaraan dunia dua tahun lalu di Kuala Lumpur, saat Indonesia hanya meraih 1 medali emas, 1 perak, dan 3 perunggu.
“Yang paling penting adalah persiapan mental,” kata Sandry Liong, Kamis, 19 November 2015. “Belum tentu seorang atlet yang punya teknik bagus bisa tampil dengan baik di Kejuaraan Dunia.”
Menurut Sandry, atlet-atlet wushu taolu yang tergabung dalam tim nasional Indonesia sudah memiliki teknik layak untuk bersaing di Kejuaraan Dunia. Oleh karena itu, yang menjadi fokus tim pelatih dalam kejuaraan kali ini, kata dia, adalah membangun kepercayaan diri masing-masing atlet.
Kepercayaan diri itu, tutur Sandry, dibangun melalui simulasi pertandingan. Tim pelatih membuat simulasi rutin yang diatur sedemikian rupa agar mirip dengan situasi pertandingan. Adalah Huang Jiang Gang—pelatih Cina yang menangani tim Indonesia—yang banyak menyentuh detail yang biasanya luput dari perhatian orang kebanyakan.
“Segala sesuatu dia pikirkan,” tutur Sandry. “Misalnya, dia mengantisipasi situasi di mana seorang atlet harus bermain lebih awal daripada jadwal yang sudah ditentukan. Contohnya, ada seorang atlet yang seharusnya tampil di urutan keenam, tapi karena nomor empat dan lima tidak bisa bermain, dia harus langsung tampil. Kalau mentalnya tidak siap, dia bisa gagal.”
Simulasi itu, tutur Sandry, dilakukan dengan memakai baju tanding lengkap dengan hias-hiasannya, dan dilaksanakan dengan jadwal seperti pertandingan, serta diawasi tiga wasit—persis seperti di dalam pertandingan.
Dengan banyak melakukan simulasi, kata Sandry, atlet diharapkan meminimalisir jumlah kesalahan. “Sebab, kesalahan itu membuat mental turun,” ujarnya.
GADI MAKITAN