TEMPO.CO, Bandung - Sedikitnya tiga rumah di kompleks Perumahan Giri Mekar Blok A, Desa Girimekar, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, ambrol setelah hujan deras mengguyur kawasan Bandung Raya sejak Minggu sore hingga malam, 3 Januari 2015. Ketiga rumah tersebut ambrol karena fondasi bangunan yang dibangun di atas aliran sungai sudah tidak kuat menampung derasnya aliran air.
Pantauan Tempo, tiga rumah yang ambrol itu dibangun membelakangi aliran sungai selebar dua meter. Di atas sungai tersebut rumah-rumah bergaya bangunan modern bertipe 48, berderet rapi. Bangunan rumah tersebut pun terbilang baru, paling lama dibangun pada 2005.
Adapun rumah yang ambrol berjumlah tiga bangunan, bernomor rumah 49 sampai 51. Sementara itu, empat rumah di sekitarnya pun sudah mengalami retak-retak. Bangunan ketiga rumah yang ambrol tersebut sebagian besar bangunannya runtuh. Hanya menyisakan bangunan bagian depan. Dari tengah rumah sampai belakang rumah ambrol dan menimpa rumah yang berada di belakangnya.
Tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Namun, kerugian materi diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Ruly Setiawan, 35 tahun, salah satu pemilik rumah yang ambrol, mengatakan sejak dua hari sebelum rumahnya ambrol, dia beserta keluarganya sudah meninggalkan rumah tersebut. Pasalnya, sebelum ambrol rumah yang didiaminya sejak 2008 itu sudah memunculkan tanda-tanda bakal ambruk.
"Dua hari sebelum ambrol, saya sudah evakuasi barang-barang, karena di dinding dan lantai sudah ada retakan," ujar Ruly kepada Tempo, Senin, 4 Januari 2015.
Menurut Ruly, ia merasa tertipu oleh pihak pengembang PT Graha Wijaya yang membangun rumahnya. Ia mengatakan pengembang membangun rumah tersebut di atas aliran sungai. Saat membeli rumah tersebut, ia mengatakan tidak mengetahui kondisi bangunan yang sebagian fondasinya didirikan di atas sungai.
"Saya merasa tertipu oleh developer. Dari awal mereka tidak terbuka," ujar Ruly. "Kami tidak mau menempati rumah ini. Kepada developer saya minta dicarikan kaveling yang cocok di tempat lain."
Kepala Desa Cimekar, Wahyudi, mengatakan kejadian rumah ambrol di jajaran blok tersebut sudah terjadi dua kali. Kejadian pertama terjadi pada 2014. Ia mengatakan rumah-rumah di kawasan tersebut sebagian mengambil lahan hak sungai. Sekitar 1-2 meter bagian belakang rumah merupakan peruntukan aliran sungai. "Sungai dimakan satu meter untuk memperluas bangunan," kata Wahyudi.
Wahyudi mengatakan saat ini untuk mengantisipasi kejadian serupa, sebanyak delapan keluarga memilih untuk mengungsi.
Ditemui di lokasi kejadian, Kepala Dinas Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat Anang Sudrana mengatakan kemungkinan besar rumah tersebut dibangun tanpa ada rekomendasi izin lingkungan.
"Peraturannya setiap bangunan yang dibangun di dekat bantaran sungai harus berjarak minimal sepuluh meter. Rumah-rumah ini tidak ada jarak. Jadi tidak ada space untuk aliran air," kata Anang.
Dengan tidak ada ruang untuk air mengalir, menurut Anang, membuat fondasi rumah yang dibangun di atas sungai terus tergerus air. Membuat fondasi menjadi hancur. "Ini sungai malah ditutup," katanya.
Untuk itu, Anang menambahkan, pihaknya secepatnya akan memanggil pihak developer dan pihak yang memberikan izin bangunan. "Ini sudah melanggar. Akan kami tindak," kata Anang.
IQBAL T. LAZUARDI S.