TEMPO.CO, Jakarta - Executive Advisor PT Panasonic Gobel Indonesia Rachmat Gobel mempertanyakan data pertumbuhan industri yang sebelumnya diyakini pemerintah masih positif. Terlebih saat ini terjadi pelemahan ekonomi. "Saya mau cek angka itu benar atau tidak bahwa industri tumbuh," katanya di Jakarta, Sabtu, 6 Februari 2016.
Pernyataan tersebut menanggapi rilis Badan Pusat Statistik (BPS) soal pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 sebesar 4,79 persen. Kepala BPS Suryamin mengatakan hal itu didasari produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 11.540,8 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp 45,2 juta. Pertumbuhan ekonomi pada 2015 hanya 4,79 persen atau melambat dibanding pada 2014 sebesar 5,02 persen.
Pasalnya, menurut Gobel, saat ini industri di Indonesia masih terganjal masalah masuknya barang ilegal. Barang elektronik dalam negeri, misalnya, terdiri atas 50 persen barang buatan dari dalam negeri dan 50 persen barang buatan luar negeri.
Namun, dari 50 persen barang impor itu, sebagian besar atau 80 persen merupakan barang ilegal. Barang ilegal ini merupakan barang kualitas 4 dan kualitas 5, yang harganya jauh lebih murah. “Inilah yang membuat industri sulit bersaing. Apalagi penegakan standar nasional untuk industri masih sangat kurang,” tuturnya.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Syarkawi Rauf mengatakan, berdasarkan data BPS, sektor industri tumbuh cukup baik. Untuk pertama kalinya, sektor ini menyumbangkan pertumbuhan ekonomi yang cukup besar karena selama ini sektor unggulan adalah pangan.
Baca Juga:
Berdasarkan data BPS, pada kuartal empat 2015, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,02 persen. Salah satu penyumbang pertumbuhan ini, menurut Syarkawi, adalah sektor industri. "Secara makro, pertumbuhan kita baik. Kita juga sekarang bergeser ke arah industri dan infrastruktur," ucapnya.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI