TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Muhammad Sarmuji mengatakan adanya isu pemutusan hubungan kerja karyawan dan hengkangnya industri dari dalam negeri seharusnya dianggap sebagai peringatan dini bagi pemerintah dan industri dalam negeri. Menurut dia, peristiwa ini mungkin dapat membahayakan iklim investasi di masa depan.
Sarmuji menyebutkan, hengkangnya industri dalam dunia bisnis merupakan hal yang wajar karena menunjukkan bentuk persaingan antara perusahaan yang sudah ada dan perusahaan baru yang lebih inovatif. Hal ini juga mengakibatkan adanya persaingan dalam persaingan untuk mendapatkan investasi.
Baca juga: Produksi Menurun, 80 Persen Bahan Baku Susu Masih Impor
Selain itu, negara-negara berkembang lain, seperti Vietnam, Bangladesh, dan Filipina juga perlu diantisipasi pemerintah. Dibandingkan negara-negara ini, kata Sarmuji, Indonesia memang masih kurang dalam menyediakan fasilitas yang menunjang industri.
Menurut politikus dari Partai Golkar ini, negara ini dapat memberikan suplai listrik dan gas yang lebih baik. Selain itu, pajak yang dikenakan juga lebih ramah. "Gas masih kurang harganya juga masih mahal, kita harus serius untuk memperbaiki iklim investasi," kata Sarmuji di Jakarta, Sabtu, 6 Februari 2016.
Seperti diketahui, sejumlah industri di Indonesia memang sedang mengalami goncangan. Sebelumnya, Ford mengabarkan akan menutup semua dilernya. Tak lama PT Mabua Harley Davidson juga tidak akan memperpanjang keagenannya.
Baca juga: Pemerintah Anggap Restrukturisasi Panasonic Wajar
Tak hanya dari otomotif Panasonic dan Toshiba juga dikabarkan melakukan PHK bagi karyawannya. Namun, berita ini ditepis Panasonic yang mengatakan pihaknya hanya merestrukturisasi perusahaan saja. Sementara, dari pihak Toshiba masih belum ada pernyataan lebih lanjut.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI