TEMPO.CO, Bangka - Budaya Cina masuk ke berbagai daerah di Indonesia sejak ratusan tahun silam. Bangka Belitung, misalnya. Warga peranakan Tionghoa diperkirakan berada di sana pada 1733. Mereka umumnya adalah kuli tambang timah yang dibawa ahli waris Kesultanan Palembang, Sultan Ratu Mahmud Badaruddin I.
Mereka inilah yang memperkenalkan kue keranjang di Bangka Belitung. Sejarawan Tionghoa Bangka Belitung, Yusman Ngui, mengatakan banyaknya jumlah kuli tambang Cina ke Pulau Bangka membuat berbagai budaya Cina meluas hingga di luar masyarakat penambang. "Salah satunya kue keranjang atau thiam phan itu. Kue tersebut selalu disajikan setiap merayakan hari raya Kongian (Imlek)," ujar Yusman Ngui kepada Tempo.
Di sana, kue keranjang ini dikenal sebagai kue thiam phan atau kue tambal langit. Warga Tionghoa di Bangka Belitung memiliki filosofi berbeda dengan warga Tionghoa daerah lain di Indonesia soal kue itu. "Kalau di Bangka, kue thiam phan diberikan kepada siapa saja, baik itu sesama Tionghoa maupun masyarakat Melayu, sebagai tanda keakraban dan penghormatan," ucapnya.
Pembuatan kue thiam phan pun tergolong mudah, karena hanya berbahan dasar tepung ketan dan gula. Campuran dua bahan itu dimasak menggunakan kayu bakar selama 12 jam. Kue ini dapat bertahan lama untuk disimpan.
Di Bangka Belitung, kue keranjang biasa dimakan beramai-ramai seusia perayaan Imlek. “Kue ini bisa juga sebagai cadangan makanan dan diserahkan kepada kerabat dekat, tetangga, dan siapa saja yang kita hormati, baik warga Tionghoa sendiri maupun etnis Melayu,” tuturnya.
SERVIO MARANDA