TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Urusan Haji Indonesia (KUHI) di Jeddah kembali memperkarakan pemilik pemondokan haji yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum hingga merugikan calon jemaah haji Indonesia. Ini dilakukan untuk menuntut kerugian KUHI pada 2013-2014.
Sebelumnya, KUHI sudah memenangi sidang perdata dengan perusahaan Ana Li Al-Tathwatir wa Al-Tanmiyah di Pengadilan Umum Riyadh. Ini dilakukan karena perusahaan tersebut gagal melayani konsumsi 189 ribu anggota jemaah haji Indonesia pada 2006.
"Langkah hukum kami lakukan sebagai upaya akhir meminta kembali hak pemerintah Indonesia," ujar anggota staf teknis KUHI, Ahmad Dumyathi, Sabtu, 6 Februari 2016. Pada tuntutan kali ini, KUHI mengajukan dua kasus wanprestasi yang dilakukan pemilik pemondokan pada 2013 dan 2014 ke pengadilan Arab Saudi.
Kepala Seksi Informasi Haji Kementerian Agama Affan Rangkuti menjelaskan, pada musim haji 2013, Daerah Kerja Mekah membatalkan kontrak satu pemondokan jemaah haji karena pemilik rumah tidak dapat menunjukkan surat izin (tasreh) yang diminta.
"Pemilik rumah dituntut mengembalikan uang muka yang sudah dibayarkan sebesar 50 persen kepada KUHI,” ujarnya. Ia menuturkan pihaknya menempuh jalur hukum karena pemilik rumah bersikukuh tidak mau mengembalikan uang muka tersebut.
Penuntutan ini juga dilakukan pada musim haji 2014. “Beberapa hari sebelum kedatangan jemaah Indonesia, ada satu pemilik yang menyewakan rumahnya ke jemaah haji asal negara lain. Padahal Indonesia telah melakukan kontrak dengan pemilik rumah dan sudah membayar uang muka 50 persen,” ucap Affan.
Pengacara KUHI, Hatim Faisal Iraqi, mengatakan, setelah mangkir beberapa kali, akhirnya pemilik pemondokan wanprestasi saat musim haji 2014 datang menghadiri persidangan. Dari hasil persidangan, pemilik rumah mengakui telah menerima uang pembayaran dari KUHI sebesar 50 persen.
Menurut Hatim, pengakuan ini belum menjadi akhir, karena hakim menyerahkan taksiran kerugian yang dialami KUH ke pihak khusus penaksiran di Mekah. Hatim berpendapat, peluang KUHI menang pada persidangan ini besar.
Sebabnya, dari hasil sidang, pemilik rumah telah mengakui menerima dan mencairkan uang pembayaran sewa rumah. "Sidang selanjutnya akan berlangsung pada 22 Februari mendatang," ujar Hatim. "Ini semua untuk peningkatan layanan kepada jemaah haji dalam aspek hukum."
Salah satu mandat perlindungan dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama. Bukan hanya di Tanah Air, tapi juga di Arab Saudi. "Mohon doanya, agar apa yang kami lakukan dipermudah dan lancar," ujar Dumyathi.
ARIEF HIDAYAT