TEMPO.CO, Banjarmasin -Aneka macam riuh cuitan burung bersahutan tatkala masuk halaman belakang di kantor Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Banjarmasin. Puluhan sangkar burung berkicau berjajar tergantung di sepanjang bangunan los berbentuk letter U. Di sana, beragam burung endemik asli Kalimantan seperti mantinan, cucak rowo berau, pelatuk, dan beo, nangkring di kurungan.
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Banjarmasin, Doyo Pudjadi, mengatakan para pedagang burung berkicau di Banjarmasin saat ini direlokasi ke pelataran belakang kantornya. Selain tempat berdagang burung, Doyo juga menyiapkan pendopo untuk tempat beradu kicau. “Mereka ini berdagang burung di pasar-pasar yang kondisi memprihatinkan dan tidak terkontrol,” kata Doyo saat ditemui lokasi, Kamis 11 Februari 2016.
Doyo mengklaim, konsep semacam itu baru pertama di Indonesia, dimana pasar burung berbaur dalam lingkungan instansi pemerintah. Selain inovasi memanfaatkan tanah kosong, Doyo mengakui cara ini sekaligus membantu para pecinta burung dan pedagang burung mendapatkan tempat layak untuk menyalurkan hobi.
Menurut dia, bangunan senilai Rp 2,1 miliar itu, baru ditempati pada awal Januari 2016. Dalam setahun ke depan, Doyo masih menggratiskan biaya sewa los seraya melihat respons masyarakat. Doyo akan mengutip tarif sewa pada tahun 2017, setelah pedagang burung bisa berkembang. Ia mengaku sebatas membantu masyarakat ekonomi kelas bawah.
Doyo mengklaim, para pedagang burung sangat antusias menyewa 38 los yang disediakan. “Yang daftar sampai 100 pedagang. Kami rencanakan sewa los Rp 50 ribu per bulan, kalau 12 bulan lumayan,” Doyo menambahkan.
Doyo merencanakan tarif sewa per los sebesar Rp 50 ribu per bulan. Ia berharap, pedagang burung tak hanya menjual, melainkan ikut melakukan budidaya populasi burung. Arena pasar burung juga bisa menjadi alternatif wisata di Kota Banjarmasin. Selian soal burung, Doyo memanfaatkan lahan kantor untuk budidaya jamur, ikan, dan lobster.
Ketua kelompok pasar burung di Dinas Pertanian dan Perikanan Banjarmasin, Siri, bersyukur atas inisiatif Doyo untuk memanfaatkan pekarangan kantornya. Sebelumnya, mereka berdagang burung berpindah-pindah dengan kondisi memprihatinkan.
“Sewanya dulu Rp 100-200 ribu per bulan, belum lagi bayar uang preman. Di sini lebih aman karena di dalam kantor,” kata Siri. Ia berharap masyarakat berkenan mampir ke pasar burung tersebut. “Para kicau mania bisa kesini, meski cuma lihat-lihat saja.”
DIANANTA P. SUMEDI