TEMPO.CO, Jakarta - Nama Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis tercantum dalam dokumen Panama Papers. Meski belakangan dikatakan keberadaan perusahaan offshore itu untuk anaknya, motif tersebut harus diselisik.
"Beliau bilang nilainya kecil dan untuk anaknya. Tapi, apapun yang terjadi, harus dilihat motif kenapa dia buka di luar, kenapa enggak di sini," kata mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus Husein, Rabu, 13 April 2016, di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jantera, Kuningan, Jakarta.
Yunus mengatakan ada beragam motif seseorang mempunyai perusahaan offshore. Salah satunya untuk pencucian uang. Dalam teori pencucian uang, seseorang akan menjauhkan diri dari asetnya. Ini dilakukan untuk mempersulit penelusuran asal-usul sumber aset. "Offshore conversion ini untuk menjauhkan pelaku dari asetnya, yang diduga berasal dari tindak pidana sehingga mempersulit penelusuran," tutur Yunus.
Dari penelitian The Egmont Group (asosiasi PPATK sedunia), kata Yunus, salah satu modus pencucian uang adalah offshore conversion. Pelaku mengubah aset di dalam negeri ke luar negeri (offshore), ke negara-negara tax haven atau safe haven. Dalam konteks Panama Papers, offshore conversion adalah salah satu modus pencucian uang.
Salah satu cara yang paling mudah, apakah pejabat publik melakukan pencucian uang, adalah membandingkan pemasukan (income) dengan aset yang dimiliki. Jika kedua hal itu tidak seimbang, pasti ada sumber pemasukan lain yang tidak sah, yang bersumber dari penyalahgunaan pejabat ini. "Misalnya gaji kecil, tapi punya aset besar di luar negeri dan tidak bisa dijelaskan. Ini bisa masuk pencucian uang," ucap Yunus.
AMIRULLAH