Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ternyata Manusia yang Bikin Punah Hewan-hewan Berikut  

image-gnews
Pemburu menembak burung yang sedang terbang saat pembukaan hari pertama musim berburu di Castell'Azzara, Tuscany, Italia, 20 September 2015. Jumlah pemburu di Italia menurun, dari 1.701.853 pada tahun 1980 menjadi 751,876 pada tahun 2007 dan terus mengalami penurunan hingga 55,8% di tahun 2015. REUTERS/Max Rossi
Pemburu menembak burung yang sedang terbang saat pembukaan hari pertama musim berburu di Castell'Azzara, Tuscany, Italia, 20 September 2015. Jumlah pemburu di Italia menurun, dari 1.701.853 pada tahun 1980 menjadi 751,876 pada tahun 2007 dan terus mengalami penurunan hingga 55,8% di tahun 2015. REUTERS/Max Rossi
Iklan

TEMPO.COCambridge - Riset tim ilmuwan Inggris menyodorkan temuan tentang apa yang menyebabkan punahnya sebagian besar binatang besar di bumi selama 100 ribu tahun terakhir. Penelitian tim University of Cambridge di Inggris itu menunjukkan bahwa manusia dan perubahan iklim adalah penyebab gelombang kepunahan di masa lalu yang menghapus binatang besar, seperti mammoth dan mastodon, dari muka bumi.

Dengan melakukan pengkajian terhadap kepunahan selama periode Quaternary akhir—mulai 700 ribu tahun silam hingga sekarang, terutama 100 ribu tahun terakhir—para peneliti dapat menaksir nilai relatif dari sejumlah faktor berbeda yang menyebabkan punahnya megafauna darat, yaitu binatang berbobot lebih dari 44 kilogram.

Gelombang itu menyebabkan punahnya mammoth di Amerika Utara dan Eurasia. Begitu pula mastodon dan sloth raksasa di Amerika, serta badak berambut tebal di Eropa. Di Australia, kanguru raksasa dan wombat ikut terkena dampaknya. Sama halnya dengan burung moa di Selandia Baru.

Peneliti menggunakan data dari inti es Antartika yang merekam perubahan iklim Bumi sejak beberapa ratus ribu tahun silam. Mereka juga menyusun informasi ihwal datangnya manusia dari Afrika ke lima daratan besar, yakni Amerika Utara, Amerika Selatan, sebagian besar Eurasia, Australia, dan Selandia Baru.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Analisis statistik menunjukkan bahwa kombinasi datangnya manusia dan perubahan iklim menyebabkan kepunahan. Hasil riset ini juga memberi masukan atas konsekuensi tekanan terhadap megafauna yang hidup saat ini, semisal harimau, beruang kutub, gajah, dan badak.

"Riset kami menunjukkan bahwa perpaduan tekanan manusia dan perubahan iklim mampu menyebabkan kepunahan binatang besar di masa lampau," kata Graham Prescott, peneliti yang terlibat dalam riset itu. "Banyak binatang besar yang saat ini terancam oleh tekanan perburuan dan perubahan iklim. Jika kita tidak mengambil tindakan untuk menyampaikan masalah ini, kita mungkin akan melihat gelombang kepunahan lain."

SCIENCE DAILY | AMRI MAHBUB

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

31 hari lalu

Ilustrasi kesepian. Shutterstock
Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

Keramaian dan banyak teman di sekitar ak lantas membuat orang bebas dari rasa sepi dan 40 persen orang mengaku tetap kesepian.


Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

31 hari lalu

Peneliti dan Wakil Direktur Asia Maritime Transparency Initiative CSIS Harrison Prtat. Sumber: istimewa
Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

Cukup banyak kerusakan yang telah terjadi di Laut Cina Selatan, di antaranya 4 ribu terumbu karang rusak.


Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

32 hari lalu

 acara press briefing bertajuk 'Deep Blue Scars Environmental Threats to the South China Sea' yang diselenggarakan oleh Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) pada Jumat 15 Maret 2024, di Jakarta. Sumber: dokumen IOJI
Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

Banyak pembahasan soal keamanan atau ancaman keamanan di Laut Cina Selatan, namun sedikit yang perhatian pada lingkungan laut


Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

31 Januari 2024

Model skala Kawasan Inti Pemerintahan Pusat Ibu Kota Nusantara atau IKN. ANTARA/Aji Cakti
Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

Stanford University, Amerika Serikat, merupakan salah satu universitas yang akan melakukan groundbreaking pusat ekosistem digital di IKN.


Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

29 Januari 2024

Proses quality control PCBA motherboard Laptop Merah Putih di PT. XACTI Raya Jakarta-Bogor No.KM.35, Kelurahan Sukamaju Baru, Kecamatan Tapos, Depok, Senin, 29 Januari 2024. TEMPO/Ricky Juliansyah
Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi meninjau pabrik motherboard dan menegaskan perlunya riset terhubung dengan industri.


Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

22 Januari 2024

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto saat mengikuti debat ketiga Calon Presiden 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu, 7 January 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

Riset Jatam menelusuri bisnis-bisnis di balik para pendukung kandidat yang berpotensi besar merusak lingkungan hidup.


Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

15 Januari 2024

Masyarakat Melayu Pulau Rempang berkumpul di Lapangan Sepakbola Dataran Muhammad Musa, Kampung Sembulang, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang pada Rabu (11/10/2023). FOTO: YLBHI
Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah era Jokowi mendorong laju konflik agraria.


Menengok Silsilah Keluarga Kate Middleton

9 Januari 2024

Kate Middleton/Foto: Instagram/The Wales Brasil
Menengok Silsilah Keluarga Kate Middleton

Kate Middleton atau Catherine, Putri Wales lahir pada 9 Januari 1982 dan tepat hari ini usianya menginjak 42 tahun. Silsilahnya?


Kate Middleton Menapaki 42 Tahun, Putri Wales yang Pernah Jalani Masa Kecil di Yordania

9 Januari 2024

Kate Middleton, Putri Wales dari Inggris, hadiri resepsi malam untuk anggota Korps Diplomatik di Istana Buckingham di London, Inggris 5 Desember 2023. Jonathan Brady/Pool via REUTERS
Kate Middleton Menapaki 42 Tahun, Putri Wales yang Pernah Jalani Masa Kecil di Yordania

Kate Middleton genap 42 tahun. Bagaimanakah perjalanan hidupnya sejak kecil lalu menjadi istri Pangeran William, Putra Mahkota, Kerajaan Inggris Raya


BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

28 Desember 2023

Kepala BRIN Laksono Tri Handoko berbicara soal prioritas riset di lembaganya sepanjang tahun 2023, salah satunya bidang pangan dengan total 218 judul riset. (Tempo/Annisa Febiola)
BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

Dominasi riset bidang pangan sejalan dengan prioritas yang diminta oleh Presiden Joko Widodo.