TEMPO.CO, Sragen - Sambil menggendong tas ransel dan memanggul linggis panjang, Setu Wiryorejo, 55 tahun, melangkah keluar dari rumahnya, yang berdinding kayu, tanpa jendela, dan berlantai tanah.
"Hanya tas dan linggis ini bekal saya, tidak pernah bawa peralatan lain," kata warga Desa Manyarejo, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, itu saat ditemui Tempo pada Jumat, 29 April 2016.
Setu adalah penemu fosil tengkorak Homo erectus di Sungai Bojong, sekitar 700 meter dari rumahnya, pada 5 Februari lalu. Berdasarkan data dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, fosil separuh tengkorak bagian belakang sepanjang 14 cm, lebar 12 cm, dan tinggi 10 cm, yang ditemukan Setu, merupakan Homo erectus arkaik (archaic). Tipe arkaik merupakan Homo erectus paling tua yang hidup pada 1,5 juta hingga 1 juta tahun yang lalu.
Setu mengaku tidak sengaja menemukan fosil yang mengundang ahli paleontropologi Dr. Harry Widianto untuk meneliti lebih detil. "Fosil itu sekilas mirip pecahan batu padas yang menyembul di permukaan sungai. Fosil itu terlihat jelas karena air sungainya hanya setinggi mata kaki," kata ayah tiga anak itu.
Karena seringnya menemukan fosil, tidak sulit bagi kakek dari lima cucu itu untuk menerka benda asing di tengah sungai tersebut sebagai barang berharga. "Membedakan fosil dengan batu biasa itu mudah. Karena fosil bentuknya unik," kata Setu yang sudah mengantongi sembilan piagam penghargaan dari BPSMP Balai Sangiran karena fosil-fosil temuannya terdahulu.
Menurut Kepala BPSMP Sangiran, Sukronedi, fragmen fosil tengkorak temuan Setu menjadi temuan Homo Erectus arkaik kedua di Sangiran. Fragmen fosil Homo erectus arkaik pertama di Sangiran ditemukan ahli paleontologi asal Belanda, Gustav Heinrich Ralph Von Koenigswald, pada 1936. "Ini temuan yang sangat spektakuler," ujar Sukronedi.
Selain dinilai spektakuler oleh para ahli paleontropologi, fragmen fosil tengkorak manusia purba tertua itu juga menjadi satu-satunya temuan yang istimewa bagi Setu. Berkat temuan itu, dia diganjar hadiah sebesar Rp 25 juta dari BPSMP Sangiran.
Sebelumnya, fosil-fosil yang ditemukan Setu seperti tengkorak banteng, kudanil, dan kerbau purba hanya dihargai sekitar Rp 1 - 2 juta. " "Ini yang paling besar (nilainya). Uang itu saya gunakan untuk membiayai operasi kelahiran cucu saya," ujar Setu.
Ahli paleontropologi yang juga Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Harry Widianto, mengatakan fosil tengkorak yang ditemukan Setu merupakan Homo erectus arkaik yang mirip dengan Sangiran 4 (S4).
"Identifikasi awal dilihat dari morfologi tulang tengkorak. Itu sudah cukup untuk mengetahui siapa dia," kata Harry saat dihubungi wartawan via telepon pada Jumat siang.
DINDA LEO LISTY