TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir meluncurkan Program Sistem Verifikasi Ijazah secara Elektronik (SIVIL) dan Penomoran Ijazah Nasional (PIN) untuk mencegah adanya ijazah palsu. "Masyarakat bisa mengecek keaslian ijazahnya secara online sekarang," katanya dalam keterangan pers yang diterima Tempo, Senin, 2 Mei 2016.
Nasir mengatakan kehebohan berita tentang ijazah palsu yang sempat terjadi pada tahun lalu menjadi latar belakang dibuatnya program ini. Selama sepuluh bulan terakhir, Kemterian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menerima 118 surat permohonan verifikasi keabsahan ijazah, baik dari perorangan, Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun instansi pemerintah. Selama kurun waktu itu pula, lebih dari tiga ribu ijazah diverifikasi oleh Kementerian.
"Dari jumlah itu, 90-95 persen ijazah dinyatakan absah, dan sisanya harus diklarifikasi oleh Kopertis dan perguruan tinggi terkait," katanya. Nasir pun mengaku terus-menerus mendapat informasi melalui pesan pendek tentang ijazah palsu yang beredar luas di masyarakat.
Dengan adanya program SIVIL dan PIN, masyarakat, perusahaan, instansi pemerintah, atau berbagai pihak yang memerlukan verifikasi keabsahan ijazah, bisa melakukannya sendiri di http://belmawa.ristekdikti.go.id/ijazah. Untuk memverifikasi apakah ijazah itu palsu atau sah, masyarakat hanya perlu memasukkan perguruan tinggi dan nomor ijazah yang tertera di ijazah yang hendak diverifikasi.
Hal ini untuk memastikan apakah benar perguruan tinggi itu yang mengeluarkan ijazah sesuai dengan nama penerima ijazah. "Nanti, bila ada ijazah yang tidak terdaftar di link kami, pemegang ijazah perlu melakukan klarifikasi ke perguruan tinggi bersangkutan. Kalau tidak, bisa disinyalir ijazah itu ijazah palsu," kata Nasir.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Intan Ahmad, mengatakan Kementeriannya sebenarnya sudah memiliki data lengkap mahasiswa yang lulus di perguruan tinggi negeri dan swasta sejak tahun 2001. Data ini pun diisi oleh pihak perguruan tinggi secara bertahap sejak mahasiswa di semester satu. Namun data itu hanya untuk dikonsumsi pemerintah saja. Data itu nantinya menjadi basis data pada program SIVIL yang dibuat oleh Guru Besar Ilmu Komputer Universitas Indonesia Chand Basarudin. "Basis data mahasiswa ini yang akan menjadi landasan kami," kata Intan.
Walau sudah memiliki basis data, menurut Intan, masih banyak perguruan tinggi yang jarang mendaftarkan mahasiswanya di basis data itu. Dengan adanya SIVIL, menurut Intan, perguruan tinggi semakin rajin mendaftarkan mahasiswanya di basis data itu. "Kalau tidak rajin memasukkan data, ijazah mahasiswanya bisa dianggap ijazah palsu oleh masyarakat," katanya.
Walau basis data yang dimiliki pemerintah bisa melacak kondisi nilai mahasiswa hingga semester satu, verifikasi online hanya bisa melakukan validasi pada perguruan tinggi serta nama yang tercantum pada ijazah. Alasannya, data lain perlu menjadi data pribadi seseorang yang menjadi privasinya.
Intan mengatakan program PIN yang terintegrasi dengan program SIVIL ini pun akan membuat semua perguruan tinggi di Indonesia nantinya memiliki standar dalam penomoran ijazah. Nantinya penomoran ijazah akan memiliki 14 digit angka. Lima nomor pertama merupakan nama program studi, digit keenam sampai kesembilan adalah tahun kelulusan mahasiswa. Digit kesepuluh sampai digit keempat belas adalah nomor urut mahasiswa dengan X sebagai check digit. "Selain meminimalisasi beredarnya ijazah palsu, program ini membantu pemerintah memantau statistik kelulusan," kata Intan.
SIVIL dan PIN akan terus disebarluaskan kepada perguruan tinggi negeri dan swasta serta Kopertis agar para pihak bisa mulai berbenah. "Salah satunya agar semakin rajin memasukkan data mahasiswanya di data kami," kata Intan.
MITRA TARIGAN