TEMPO.CO, Balikpapan - Seekor orang utan dewasa ditemukan mati terapung di Sungai Sangata, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Orang utan berkelamin jantan itu dalam kondisi mengenaskan dengan tubuh penuh luka sabetan benda tajam.
“Kondisi orang utan penuh luka menjadi penyebab kematiannya,” kata perwakilan Centre for Orangutan Protection (COP) Paulinus Kristianto, Selasa, 3 Mei 2016.
Paulinus memperoleh informasi ada bangkai orang utan di Sungai Sangata dari Kepolisian Resor Kutai Timur pada Minggu, 1 Mei 2016. Berdasarkan informasi itu, COP segera berkoordinasi dengan BKSDA Kalimantan Timur, tim APE Crusader COP. “Kami kemudian berangkat menuju lokasi,” ujarnya.
Tim disertai dokter hewan Ade Fitria Alfiani berangkat dari Berau menuju Sangata untuk melakukan nekropsi atau otopsi. Otopsi atas permintaan polisi guna mengetahui penyebab kematian orang utan itu.
Berdasarkan hasil otopsi diketahui bangkai orang utan itu sudah lebih dari lima hari. Kondisi fisiknya telah mengalami pembusukan. “Dipastikan orang utan jantan itu berumur di atas 25 tahun dengan berat 80 kilogram,” ucap Paulinus.
Hasil otopsi menunjukkan sejumlah luka pada tubuh orang utan, yakni lebam, luka terbuka, luka sayatan, hingga luka bakar. Berbagai macam luka ini yang menyebabkan kematian orang utan sebelum akhirnya binatang itu masuk ke air.
Orang utan tersebut mati sebelum tenggelam dengan indikasi pada paru-paru tidak ditemukan pasir atau kerikil. Setelah diotopsi, mayat orang utan itu dikubur di dalam kawasan Taman Nasional Kutai.
Paulinus menyesalkan kematian orang utan jantan dewasa yang ditemukan di lokasi berdekatan dengan permukiman penduduk tersebut. Apalagi pada Februari lalu juga ditemukan tiga ekor orang utan terbakar di Bontang.
Seluruh hasil otopsi orang utan itu diserahkan kepada Polres Kutai Timur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai KSDA Kalimantan Timur, serta Balai Taman Nasional Kutai.
Paulinus berharap agar kasus kematian orang utan secara tidak wajar itu tidak terulang lagi pada masa mendatang. “Kami berharap ini yang terakhir.”
S.G. WIBISONO