TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penerimaan negara dari pengampunan pajak (tax amnesty) senilai Rp 165 triliun tidak akan diubah. Angka tersebut merupakan asumsi yang didapat dari perhitungan pemerintah. Target itu akan dimasukkan ke anggaran pendapatan belanja negara perubahan 2016.
“Jadi asumsi itu bisa juga lebih, bisa juga kurang. Jadi target namanya, kan. Nanti kita lihat perkembangannya saja," katanya di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 24 Mei 2016.
Pemerintah, kata Kalla, juga tidak akan merevisi target penerimaan itu, meski ada sebagian kalangan yang menganggap nilainya terlalu besar. "Target biasanya tidak direvisi. Kenyataannya nanti disesuaikan.”
Menteri Keuangan Bambang Permadi Sumantri Brodjonegoro, dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan DPR pada Senin kemarin, mengatakan hasil perhitungan dari tax amnesty Rp 180 triliun, yang dimasukkan ke APBN-P 2016 senilai Rp 165 triliun.
Hitungan didapat dari data intelijen yang dimiliki pemerintah melalui otoritas resmi. Dalam data tersebut, ada 6.519 warga negara Indonesia yang memiliki harta di luar negeri.
Dengan asumsi nilai tukar rupiah Rp 13.300 per dolar Amerika Serikat, total harta yang terparkir lebih dari Rp 11.400 triliun. Adapun daftar harta atau aset itu terhitung dari 1995 sampai 2015.
Total harta tersebut mencakup tindakan tax evasion dan tax avoidance. Bambang mengungkapkan angka target tersebut dihitung menggunakan asumsi satu tarif rata-rata, yakni 4 persen untuk deklarasi luar negeri dan 2 persen untuk repatriasi serta deklarasi dalam negeri.
AMIRULLAH
Baca juga: Heboh Kontribusi Reklamasi: Tiga Skenario Nasib Ahok