TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Supratman Andi Agtas mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum mencakup keseluruhan kejahatan seksual. Sebab, perpu tersebut khusus mengatur sanksi pidana bila yang menjadi korban ialah anak-anak.
"Untuk korban yang lain, seperti wanita dewasa atau laki-laki dewasa, kan belum," ucap Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 26 Mei 2016.
Supratman mendukung penuh langkah pemerintah menerbitkan perpu tersebut. Ia yakin anggota DPR lain berpandangan sama. Perpu ini, ujar Supratman, sangat dibutuhkan, lantaran korban kekerasan seksual dari tahun ke tahun meningkat. "Sebanyak 50 persen korban anak, 50 persen korban dewasa," tuturnya.
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya ini mengatakan di DPR memang masih ada perdebatan terkait dengan hukuman kebiri yang tertuang dalam perpu tersebut. Terkait dengan substansi poin lain, Supratman yakin semua fraksi akan setuju. "Soal mengebiri itu menjadi problem," ucapnya.
Karena itu, bila surat dari presiden telah sampai ke DPR, Supratman yakin perpu tersebut akan disetujui DPR sehingga menjadi undang-undang. "Ya, kita lihat nanti, karena opsinya cuma dua: diterima atau ditolak," ujar Supratman.
Politikus Partai NasDem, Johnny G. Plate, menuturkan perpu yang ada belum cukup untuk mengatasi kekerasan seksual yang ada. Menurut Johnny, opsi pencegahan tetap yang paling utama. "Pencegahannya ada di lingkungan masyarakat," katanya.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani perpu tersebut kemarin. Di dalamnya diatur pemberatan hukuman, pidana tambahan, dan tindakan lain bagi pelaku. Pemberatan hukuman mencakup pidana hingga 20 tahun, seumur hidup, bahkan hukuman mati. Sedangkan tindakan lain yang dikenakan berupa pengebirian secara kimia dan penanaman cip.
AHMAD FAIZ