TEMPO.CO, Jakarta - Setelah digusur pada 11 April 2016, warga Pasar Ikan, Luar Batang, Jakarta, memilih bertahan hidup di bawah tenda-tenda sumbangan dari donatur. Namun tenda saja belum cukup. Kini, warga Pasar Ikan yang rumahnya sudah rata dengan tanah itu mulai membangun tempat mandi-cuci-kakus atau MCK untuk kebutuhan sehari-hari.
"Jumlah MCK sekarang sudah banyak, sudah lebih dari sepuluh," kata Supardi, 47 tahun, salah satu warga Pasar Ikan, Sabtu, 28 Mei 2016.
Menurut Supardi, MCK darurat itu dibangun sejak penggusuran dilakukan. Hanya, pembuatannya perlahan-lahan. MCK itu dilengkapi lubang kloset dan slang air.
Setiap MCK minimal dibuat dua pintu. Pintu pertama untuk buang air, sedangkan pintu lain untuk mandi dan mencuci. "Kadang-kadang ada yang bikin sampai tiga pintu," tuturnya.
Pembuatan MCK ini tidak di sembarang tempat, melainkan dibangun di bekas kamar mandi rumah yang tergusur. Warga secara bersama-sama menggali puing yang sudah menggunung. Biasanya, kamar mandi yang dipilih berdekatan dengan tenda dan kondisi klosetnya masih layak.
Dalam menggali puing-puing yang akan dibuat MCK, warga harus melibatkan bekas pemilik rumah. Pasalnya, kata Supardi, kloset hanya bisa ditemukan pemilik rumah itu sendiri. Setelah titik toilet ditemukan, warga pelan-pelan menyingkirkan puing dan membangun tembok hingga menyambung air dengan slang.
Sejak Pasar Ikan atau dikenal dengan Kampung Akuarium, Luar Batang, rata dengan tanah pada 11 April lalu, praktis seluruh kebutuhan akan mandi-cuci-kakus menjadi sulit dipenuhi. Setiap hari warga terpaksa mengeluarkan uang lebih untuk memenuhi kebutuhannya—sesuatu yang sebelum digusur bisa didapat dengan cuma-cuma.
Pascapenggusuran, warga hanya mengandalkan toilet atau kamar mandi umum. Sebetulnya, toilet umum tak sulit dijumpai karena kawasan Luar Batang kerap didatangi peziarah yang jumlahnya tak sedikit. Warga membuka toilet umum hampir di setiap sudut jalan untuk peziarah yang ingin buang hajat.
Warga Pasar Ikan lain, Rudianto, 27 tahun, mengimbuhkan lama-kelamaan warga yang memutuskan tinggal di tenda kewalahan jika terus-menerus bergantung pada toilet umum yang tidak gratis itu. Sebab, setiap kali buang air kecil, mereka mencemplungkan uang Rp 2.000 ke kotak kebersihan. Belum lagi jika ingin buang hajat, mereka menambah biayanya menjadi Rp 3.000.
"Bukan cuma buang air, kami juga butuh mandi sama cuci baju. Biasanya kalau mandi dan mencuci kami bisa bayar Rp 5.000. Kalau cucian banyak tambah lagi, bisa jadi Rp 8.000. Hitung saja berapa pengeluaran kami sehari," katanya.
MCK pertama dibuat seminggu setelah penggusuran, tepatnya pada 18 April 2016. Letaknya di daratan paling pinggir dengan laut. Alasannya, di tempat tersebut, warga lebih gampang menemukan reruntuhan bekas toilet. Berdasarkan pantauan Tempo, warga tampak masih membangun beberapa MCK lagi. Tak jarang, MCK tersebut dibuat bersamaan dengan dibangunnya gubuk warga di atas reruntuhan puing.
LARISSA HUDA