TEMPO.CO, Denpasar - Tokoh misterius dalam dunia sastra Indonesia sejak 1960-an, Umbu Landu Paranggi tampil solo-run membaca puisi di perayaan dua tahun kelahiran Jatijagat Kampung Puisi (JKP), di Denpasar, Bali, Kamis, 26 Mei 2016.
Selain membacakan beberapa puisi yang salah satunya karya penyair Kadek Wara Urwasi, Umbu juga banyak berbagi cerita bersama para pengunjung yang hadir di Jatijagat Kampung Puisi.
Baca Juga:
Jatijagat Kampung Puisi lahir pada 25 Mei 2014 lalu. Namun, untuk peringatan dua tahun kelahiran pusat kegiatan para penyair di Bali itu, Umbu ingin merayakan pada tanggal 26 Mei dan 27 Mei. Menurut guru Emha Ainun Najib itu, tanggal 26 dan 27 adalah angka-angka dalam kalender yang memiliki makna tersendiri.
“Ini untuk Aceh dan Yogyakarta. Kita harus ingat tanggal 26 (Desember 2004) terjadi tsunami di Aceh, dan tanggal 27 (Mei 2006) terjadi gempa di Yogyakarta," katanya saat berbagi cerita di Jatijagat Kampung Puisi, Denpasar, Kamis, 26 Mei 2016 malam. "Itulah mengapa tempat ini (JKP) disebut Jatijagat, agar kita mampu membaca kesejatian jagat dari tempat ini."
Bagi Umbu, perayaan ulang tahun Jatijagat juga harus bisa dimaknai lewat filosofi ulang-alik buana alit (jagat kecil) dan buana agung (jagat besar) yang merupakan suatu keniscayaan. “Tsunami Aceh itu suatu peringatan kepada kita bahwa sejatinya negara kita adalah negara maritim. Artinya laut harus lebih diperhatikan," tutur mantan Presiden Penyair Malioboro itu. "Di Bali ada konsep ‘nyegara-gunung’, di Jawa ada ‘segara-giri’, mengapa kata ‘segara’ lebih dulu? Itu untuk mengingatkan kita betapa pentingnya segara (lautan), atau maritim."
Selain itu, kata penyair kelahiran 10 Agustus 1943 ini perayaan pada Jum'at, 27 Mei 2016 juga sekaligus memperingati ulang tahun Emha Ainun Najib yang kegiatannya dipusatkan di Jombang, Jawa Timur.
Ketua Jatijagat Kampung Puisi, Ngurah Arya Dimas Hendratno mengatakan dirinya sangat bahagia Umbu Landu Paranggi hadir untuk berbagi cerita dan pengalaman tentang kehidupannya. "Ini momentum untuk kita semua berkaca dari Umbu yang berusaha menemukan sastra dalam bentuknya yang baru," katanya.
Menurut dia, kehadiran Umbu di perayaan dua tahun Jatijagat dimaknai sebagai api yang membara untuk membakar semangat dan menerangi langkah penyair-penyair muda. "Di usia tua, Umbu terus melangkah menyuarakan sastra, yang justru seharusnya anak-anak muda bisa lebih dahsyat lagi," tuturnya.
Adapun penyair kondang asal Bali, I Wayan 'Jengki' Sunarta menilai kesediaan Umbu untuk membaca puisi di acara resmi merupakan peristiwa langka. "Ini kemauannya sendiri, apalagi Umbu tadi sangat semangat untuk berbagi tentang masa lalu. Seingatku, ini pertama kali Umbu berbagi cerita dengan publik," ujarnya. "Biasanya cerita-cerita seperti itu saat kami nongkrong-nongkrong biasa saja."
BRAM SETIAWAN