TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla membayangkan bila Indonesia tak keliru dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan hemat subsidi. Menurut dia, beban BLBI, termasuk bunganya yang mencapai Rp 2.000 triliun, serta boros subsidi bahan bakar minyak selama sepuluh tahun sebesar Rp 2.000 triliun, sejatinya dapat membiayai pembangunan infrastruktur sepuluh tahun ke depan.
"Kebijakan perlu dievaluasi. Ada beban kesalahan kebijakan masa lalu," kata Kalla dalam acara mengenang Widjojo Nitisastro di Menteng, Jakarta, Sabtu, 28 Mei 2016.
Sebab itu, di hadapan para ekonom, Kalla meminta mereka memikirkan langkah yang harus diambil Indonesia ke depan. Dengan kondisi Indonesia yang kaya sumber daya, tidak sewajarnya kalah dibanding Korea, Cina, dan Malaysia. Kebijakan yang salah membuat dana orang Indonesia di luar negeri lebih besar ketimbang GDP Indonesia.
Kalla berandai-andai, bila kekayaan itu ada di dalam negeri, Indonesia mampu melebihi Malaysia. "Kita ada kemampuan, tapi mungkin ada kebijakan yang keliru," dia menuturkan. Kalla menjelaskan, bisa saja ada yang salah dalam undang-undang tentang pajak, devisa, atau impor. "Maka terpaksa kemarin buat undang-undang pengampunan pajak," katanya.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat ini menambahkan, secara potensi nyata, Indonesia seharusnya memiliki GDP sebesar US$ 10 ribu, tapi saat ini hanya berkisar US$ 3.000-4.000. "Ada kebijakan yang harus diperbaiki ke depan," kata dia.
AHMAD FAIZ