TEMPO.CO, Klaten - Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistio Wisnubroto menyatakan istilah nuklir masih terdengar menakutkan bagi sebagian masyarakat.
“Sering ada yang bertanya, bahaya enggak makan beras nuklir?” kata Djarot saat berpidato dalam acara panen raya padi program Agro Techno Park di Desa Sentono, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten, Kamis, 14 Juli 2016.
Beras nuklir yang dimaksud Djarot adalah sebutan bagi beras dari varietas padi yang dihasilkan Batan menggunakan aplikasi ilmu teknologi nuklir. Bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Klaten sejak 2015, Batan telah menangkarkan sepuluh varietas padi di lahan seluas 5 hektare di Desa Sentono, di antaranya Bestari, Woyla, Inpari Sidenuk, dan Cilosari.
Pada Februari-Maret lalu, telah dipanen sebanyak 9,46 ton padi varietas Diah Suci, 8,29 ton Bestari, 8,81 ton Woyla, 7,32 ton Inpari Sipenduk, dan 9,73 ton Cilosari. Adapun kali ini akan dipanen sebanyak 6,36 ton Bestari, 7,68 ton Woyla, 8,36 ton Inpari Sipenduk, dan 7,84 ton Cilosari. Hasil panen tersebut telah dikembangkan di sejumlah desa di Kecamatan Karangdowo dan Trucuk.
Djarot mengatakan, sejak 1982, Batan telah memanfaatkan sumber radioaktif dari reaktor nuklir untuk memperbaiki benih padi varietas biasa pada tahap awal saja. “Tidak ada masalah, radiasinya juga sangat rendah. (Sumber radiasi) itu tidak ada kaitannya setelah menjadi beras,” ujar Djarot. Selain padi, Batan melakukan perbaikan benih kedelai, sorgum, gandum tropis, dan lain-lain.
“Kalau masih ragu apakah beras nuklir itu berbahaya, silakan lihat saya beserta istri dan para staf yang tiap hari mengkonsumsinya. Bagaimana, kami kelihatan awet muda, kan?” kata Djarot.
Batan, yang kini hampir berumur 58 tahun, didirikan untuk menghadapi percobaan bom atom atau nuklir di Laut Pasifik atau di tempat lain. “Jangan sampai percobaan itu membawa dampak buruk bagi rakyat Indonesia,” tutur Djarot. Di samping itu, Batan bertujuan mewujudkan cita-cita Presiden Sukarno yang ingin memanfaatkan nuklir untuk menyejahterakan rakyat.
Semangat Bung Karno itu terus dilanjutkan oleh para penerusnya sampai Presiden Joko Widodo. “Presiden Jokowi bercita-cita menciptakan seratus taman sains dan tekno (Agro Techno Park/ATP),” ucap Djarot.
Program ATP tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerapan alih teknologi hasil penelitian dan pengembangan Batan, yang meliputi teknologi budi daya tanaman dan perbenihan, pasca-panen, dan pengolahan hasil pertanian.
DINDA LEO LISTY