TEMPO.CO, Surabaya- Perkampungan di Kota Surabaya terus berbenah menjelang pelaksanaan konferensi perkotaan PBB atau Preparatory Committe (Prepcom) III for UN Habitat yang akan digelar pada 25-27 Juli 2016 mendatang. Sebab, salah satu tujuan yang bakal dikunjungi oleh ribuan peserta adalah perkampungan di Kota Surabaya.
Salah satu kampung yang akan menjadi jujugan adalah Kampung Genteng yang terletak di Jalan Genteng Candirejo RT 03 RW 08 Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Surabaya. Kampung ini seakan menjadi sebuah obyek wisata lingkungan alternatif, sehingga dikenal dengan julukan Kampung Eco Tourism.
Sekitar 55 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di kampung ini bergotong-royong menanami lingkungannya dengan beragam tanaman hias. Rumah-rumah bergaya arsitektur kolonial di kampung wisata ini menghadirkan nuansa klasik dan eksotis. Uniknya, di depan rumah warga ditempeli berbagai jenis jargon untuk memberi semangat kepada warga akan arti penting menjaga lingkungan. Tulisan kreatif tersebut misalnya ‘tepung roti wadahe coklat, kampung bersih wargane sehat’ dan slogan-slogan lain.
Kampung wisata Genteng itu terhimpit oleh bangunan pemukiman yang cukup padat. Namun, jalan paving di sepanjang kampung itu sangat bersih dan asri. Udaranya selalu sejuk karena rindang pepohonan yang mengitari sepanjang jalan itu. Berada di kampung itu, tak akan pernah merasa bosan karena pemandangannya sangat beragam.
Ketua RT 2 RW 8 Kelurahan Genteng, Syahri, mengatakan kampungnya itu juga terkenal dengan kampung sampah mandiri. Sebab, warganya melakukan pemilahan sampah secara teratur, beberapa sampah didaur ulang, sementara lainnya dijual. Hasil daur ulang dijadikan berbagai macam kerajinan seperti tas, bunga kering, dan lain sebagainya. “Kampung ini juga memiliki fasilitas seperti pompa air di lima titik dan sumur biopori sebanyak 47 titik,” kata Syahri kepada Tempo ditemui disela-sela menerima Media Field Visit, Jumat, 15 Juli 2016.
Selain itu, kata Syahri, warganya sudah memiliki bank sampah masing-masing, sehingga dari bank sampah itu bisa dijadikan kompos yang bisa dimanfaatkan kembali untuk tanaman di kampung itu. “Dari 55 KK, sudah ada 40 KK yang memiliki bank sampah sendiri. Ini masih akan kami kembangkan supaya semuanya punya bank sampah,” katanya.
Menurut Syahri, kampungnya itu juga terkenal dengan kampung olahan herbal, karena bisa menghasilkan olahan herbal sendiri, seperti Jahe Secang, Sinom beras kencur, temu lawak, jus belimbing, sirup belimbing, selai, dan manisan. “Jadi, usaha ini sudah lama, bukan karena untuk menyambut prepcom ini,” tuturnya.
Sedangkan untuk menyambut prepcom 3 UN Habitat, pihaknya hanya mengecat kembali warna-warni paving yang sudah kusam sejak beberapa waktu lalu. Bahkan, ia memastikan tidak ada persiapan khusus untuk menyambut ribuan tamu yang akan datang ke Surabaya itu. “Tidak ada persiapan khusus, karena ini alami dan sudah lama seperti ini,” ujarnya.
Sementara itu, bagian publikasi Kementrian PUPR Diana Kumuastuti mengatakan ada 14 kampung yang nantinya akan dikunjungi para peserta Prepcom 3. Menurut Diana, keberadaan kampung-kampung di Surabaya yang hijau, punya ruang terbuka hijau dan masyarakat nya telah mampu mengelola sampah secara mandiri, menjadi bukti Surabaya sejatinya telah menerapkan beberapa poin penting yang akan dibahas dalam agenda Prepcom3. “Ini menjadi kesempatan memperlihatkan kampung-kampung di Surabaya yang berhasil,” kata dia.
Secara lebih umum, kata dia, agenda Prepcom 3 ini akan menjadi kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa di Indonesia ada kota yang telah berhasil menciptakan lingkungan yang green and clean serta masyarakatnya berdaya, yaitu Kota Surabaya.
MOHAMMAD SYARRAFAH