TEMPO.CO, Jakarta - Proses kelahiran bayi merupakan momentum yang berharga bagi pasngan suami istri. Saat istri bahagia maupun sedih, suami adalah orang terdekat yang dituntut untuk memberikan dukungan kepadanya.
Dengan peran yang penting itu, bukan berarti para ayah terhindari dari siondrom baby blues atau merasa gundah dan sedih yang tak jelas apa penyebabnya. Mungkin dia stres dan kelelahan menghadapi istri yang kerap minta perhatian dan bayi yang harus diurus.
Laki-laki tidak terbiasa menangis
Ya, seorang laki-laki atau ayah, setelah kelahiran anak, sangat mungkin merasakan stres. Pada ibu baru, baby blues biasanya terdeteksi dalam rentang waktu satu tahun kelahiran anak. Pada laki-laki, sebanyak 1 dari 4 orang merasakan hal serupa. Beberapa tandanya adalah depresi, menurunnya minat pada aktivitas sehari-hari, merasa tidak berharga, dan seperti kehilangan energi.
Sebuah studi di Inggris yang dilakukan Jane Iles, Pauline Slade, dan Helen Spiby dari Universitas Sheffield mengungkap sebuah fakta menarik. Gejala stres nyatanya serupa antara pihak wanita dan laki-laki setelah kelahiran anak. Gejala akut pada laki-laki sering diikuti pasangan mereka atau malah terjadi secara bersamaan. Lalu, baik wanita maupun laki-laki merasakan stres lebih tinggi saat tidak mendapat dukungan memadai dari pasangan.
Berbeda dengan wanita, laki-laki tidak terlalu terbiasa memperlihatkan perasaannya. Terlebih ketika mereka merasa punya masalah. Seorang wanita yang baru melahirkan dan lalu merasa stres, akan mudah saja untuk merajuk, mengeluh, atau bahkan menangis. Sedangkan laki-laki, saat mengalami hal yang sama, paling bagus hanya bisa terdiam.
“Laki-laki biasanya merespons depresi dengan cara mengisolasi diri atau malah bersikap agresif,” ungkap Sherri Melrose, asisten profesor dari Pusat Studi Perawatan dan Kesehatan di Universitas Athabasca, Kanada. Kecemasan dan kemarahan berlebih meliputi pikiran para suami. Dalam catatan Melrose, beberapa orang mungkin beralih menjadi pelaku kekerasan, menghindari tanggung jawab keluarga, hingga berselingkuh atas nama mengatasi depresi.
Laki-laki “tidak menginginkan” bantuan psikolog
Bagi kebanyakan laki-laki, mengakui memiliki masalah adalah sesuatu yang terasa hina, memalukan, tidak boleh dilakukan. Seorang istri yang mengetahui suaminya depresi pun tidak perlu repot-repot meminta bantuan ahli atau psikolog untuk membantunya mengatasi masalah. Tidak perlu, karena mereka tidak menginginkannya.
Tetapi, pengalaman Kevin Shafer, seorang asisten profesor bidang social work di Universitas Brigham Young, AS, yang pernah mengalami baby blues, bisa menjadi bahan referensi. Kami mengutipnya dari artikel U.S. News yang berjudul “When Men Get the Baby Blues”. Banyak-banyaklah mengobrol dengan sesama laki-laki, namun yang sudah lebih dulu menjadi ayah. “Saya belajar satu hal, bahwa aneh memang bagi laki-laki untuk curhat, tapi setelah melakukannya, sungguh sangat membantu,” ujar Shafer.
Ambil cuti kerja saat si kecil lahir. Shafer mengambil libur satu minggu penuh dan selalu berusaha untuk datang lebih siang ke kantor atau pulang lebih cepat selama 6 bulan pertama kelahiran. “Banyak ayah ingin bisa dan punya waktu untuk bonding dengan anaknya, sama seperti ibu. Dan ternyata ini bisa membantu mengatasi depresi dan stres,” bilang Shafer.
Terakhir, ibu harus percaya dan memberi waktu agar ayah dan anak bisa berduaan saja. “Laki-laki bisa membangun hubungan lebih baik dengan anak dan bisa lebih terlibat (dengan urusan keluarga) saat ibu tidak ada di rumah,” ungkap Shafer.
Berita lainnya:
Robot Pembantu Proses KelahiranTahap Memandikan Bayi Baru Lahir
Bila Si Sulung Menolak Adik Bayi