TEMPO.CO, Cirebon – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) belum bersikap terkait kebijakan tax amnesty yang diberlakukan pemerintah. Pemerintah akan diundang untuk menjelaskan di depan ulama perihal kebijakan pengampunan pajak tersebut.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj seusai pelaksanaan rapat pleno PBNU di Pesantren KHAS di Kempek, Kabupaten Cirebon, Senin, 25 Juli 2016. “Pembahasan mengenai ini di Komisi C atau komisi agama sangat seru,” kata Said.
Karena tidak menemukan kata sepakat, akhirnya komisi itu pun menyerahkan sepenuhnya permasalahan tax amnesty kepada PBNU untuk mengambil keputusan.
Said mengakui, dalam waktu satu hingga dua pekan ke depan, mereka akan mengundang alim ulama yang memang ahli dalam bidang ini untuk meminta pendapat mengenai kebijakan tax amnesty. Komunikasi dengan pemerintah pun akan dijalin terlebih dahulu.
Pemerintah, kata Said, diminta untuk memberikan penjelasan kepada PBNU terkait kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak yang dikeluarkan pemerintah. Jika alasan pemerintah memang masuk akal dan pro-rakyat, keputusan pemerintah tersebut bisa saja disetujui. “Tapi terlebih dahulu akan kita bicarakan dengan ulama yang memang ahli di bidangnya,” tuturnya.
Said mengatakan perbedaan di antara ulama terkait dengan tax amnesty adalah hal wajar. “Jika ada fenomena baru, wajar terjadi perbedaan. Ini masuk wilayah khilafiyah, berarti ulama memang boleh berbeda pendapat,” katanya. Adapun untuk pengambilan keputusannya, ulama yang ahli di bidangnya akan diundang sehingga qiyas atau analogi yang diambil tepat dan betul-betul baik.
Said pun menambahkan, baru pada rapat pleno kali ini ada komisi agama. “Karena biasanya komisi ini hanya ada pada saat muktamar,” ucapnya. Namun, karena adanya kebutuhan untuk menyikapi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat, komisi agama pun diundang pada rapat pleno kali ini.
Sementara itu, Sa’dullah Affandy, anggota screening komite dalam rapat pleno PBNU, mengakui jika terjadi perdebatan panjang dan seru saat komisi agama membahas tax amnesty. “Yang menjadi sorotan, kenapa pemerintah hanya menyoroti dan memberikan pengampunan kepada pengemplang pajak. Yang nakal-nakal justru diampuni,” kata Sa’dullah. Dalam hal ini ada prinsip ketidakadilan bagi warga negara.
Sebagai imam, keputusan pemerintah tersebut, menurut Sa’dullah, memang harus ditaati. Namun pemerintah tetap harus menjelaskan lebih rinci terkait kebijakan mereka memberikan tax amnesty kepada pengemplang pajak.
IVANSYAH