TEMPO.CO, Surabaya - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, menciptakan alat penyayat bambu semi-otomatis. Alat tersebut mampu mengiris bambu menjadi bentuk lapisan yang lebih tipis dan banyak.
"Awalnya saya mendesain alat ini karena melihat betapa sulitnya para perajin menyiapkan bahan baku anyaman. Selain prosesnya lama, ketebalan jadi berbeda-beda," kata ketua tim, Alfiana Nur Hidayati, melalui siaran pers yang diterima Tempo, Senin, 1 Agustus 2016.
Kelima mahasiswa D3 jurusan Teknik Mesin dan Teknik Elektronika itu lantas tergerak untuk membuat alat penyayat bambu yang bekerja lebih baik dan menghasilkan sayatan lebih banyak. Mereka adalah Alfiana Nur Hidayati, Muhamad Faisol, Sarlita Pigafeta, Febby Ayu Ramadhani, dan Luqman Santoso.
Sebelumnya, Alfiana dan kawan-kawannya melakukan survei awal untuk mengetahui kebutuhan mendasar para perajin bambu di Magetan. Ternyata, hambatan terbesar selama ini adalah pemenuhan bahan baku siap pakai dalam bentuk bilah bambu untuk dianyam. "Perajin di sana kerap kekurangan bahan baku siap pakai. Sebab, untuk membuat bilah-bilah dengan cara menyayat itu butuh keahlian dan waktu yang relatif lama," katanya.
Timnya lalu menghitung, pengerjaan secara manual oleh dua orang tenaga kerja dalam sehari hanya bisa menghasilkan 600 bilah bambu siap anyam. Sedangkan dengan alat buatan mereka, bisa dihasilkan hingga 13.500 bilah atau sayatan siap anyam. "Jadi, dengan alat ini, kekhawatiran terhadap jumlah bahan baku siap pakai tidak akan terjadi lagi," tutur anggota lain, Sarlita.
Cara kerja alat tersebut terbilang efektif. Potongan bambu yang sudah ditentukan panjangnya, dibersihkan lalu dipotong menjadi empat sampai enam bagian dengan lebar tertentu. Setelah itu, bambu diletakkan dalam alat pres berbentuk kontak. Alat tinggal dijalankan maju dan mundur dengan bantuan tekanan kompresor. Gerakan maju dan mundur alat pres yang berisi bambu di bagian dalamnya ini dikendalikan oleh sebuah sensor maju-mundur.
Di bagian bawah alat yang berjalan diletakkan pisau untuk menyayat bambu. Saat bergerak maju, bambu tersayat satu kali, dan saat kembali ke posisi awal pun tersayat satu kali. "Bilah pisau diatur dan diletakkan sesuai dengan ketebalan bahan baku bilah bambu yang diinginkan," ujar Sarlita.
Karena kerja untuk menghasilkan sayatan ini berulang maju-mudur, dalam 30 detik alat mampu menghasilkan 30 bilah atau lembar sayatan. "Jika dikerjakan secara manual, selama 30 detik hanya dihasilkan satu sayatan atau satu bilah. Ketebalannya pun bisa berbeda," kata Faisol.
Ide mereka itu lolos seleksi nasional Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Institut Pertanian Bogor yang berlangsung pada Agustus 2016. Mereka diberi bantuan dari Dikti sebesar Rp 7,5 juta meski akhirnya mereka menambahkan biaya pribadi hingga total menghabiskan dana Rp 10 juta agar desain mesin itu terwujud. "Kami berharap ke depan alat ini bisa dimodifikasi untuk hasil kerja yang lebih baik," ucap Faisol.
ARTIKA RACHMI FARMITA