TEMPO.CO, Jakarta - Tim gabungan peneliti yang bernama Water Cluster Australia Indonesia Centre (AIC) akan mengembangkan Water Sensitive Cities di Bogor. Proyek ini merupakan kerja sama antara beberapa universitas yakni Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, dan Universitas Monash dari Australia yang akan dilaksanakakebanyakan kota menghadapi berbagai macam permasalahan dalam pembangunan, salah satunya adalah permasalahan manajemen air. Mn selama tiga tahun. Proyek ini pun didukung oleh pemerintah kota dan kabupaten Bogor.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengaku senang dengan adanya kegiatan ini. Menurut dia, Bogor merupakan kota yang berkembang dengan cepat. "Saat ini kami ingin agar Bogor kembali kepada khitohnya, menjadi kota yang hijau dan menjadi smart city," kata Bima dalam sambutan peluncuran proyek Water Sensitive Cities di Aston Hotel Sentul City, Kamis, 25 Agustus 2016.
Bima mengakui bahwa enurut alumnus Universitas Monash itu, untuk mendukung pengelolaan air yang baik, tidak bisa dilakukan sembarangan dan membutuhkan bantuan dari pihak akademisi. Apalagi kebanyakan kota di Indonesia masyarakatnya masih berorientasi pada kepentingan ekonomi dibandingkan kepentingan publik. Untuk itu ia pun mengaku membuka lebar kesempatan bagi para peneliti dan komunitas untuk memberikan masukan terhadap pemerintah kota melalui proyek ini.
Rencananya akan ada beberapa titik yang akan dicanangkan dalam proyek ini. Namun, untuk tahun ini pusat pengembangan water sensitive cities akan dibangun di Pulo Geulis. Menurut Co-Leader Water Cluser AIC Hadi Susilo Arifin pemilihan lokasi ini karena letaknya yang berada di tengah-tengah kota Bogor. Selain itu, lokasi ini juga dikenal dengan keunikan daratannya yang merupakan delta atau endapan sungai. "Untuk di Bogor tahun ini di Pulo Geulis karena itu merupakan slum area (daerah kumuh), delta di Sungai Ciliwung, bagaimana kita revitalisasi masyarakatnya untuk memahami air bersih," ujar Hadi.
Nantinya, menurut Profesor dari IPB ini, di Pulo Geulis berbagai macam aktivitas dilakukan di Sungai, untuk itu perlu dilakukan edukasi terutama mengenai grey water atau air limbah rumah tangga. Dengan adanya proyek ini diharapkan masyarakat tidak langsung membuang limbah rumah tangganya ke sungai.
Untuk tahap pertama Hadi mengatakan pihaknya akan melakukan penelitian mengenai kondisi sosial, ekonomi, kesehatan masyarakat, dan kebutuhan airnya. Dari hasil penelitian tersbut akan dibuat model yang paling cocok untuk dilaksanakan. "Dari hasil survei kita lihat ada pipa pembuangan yang langsung ke sungai, kenapa kita tidak menampung air ini untuk didaur ulang, nantinya bisa digunakan untuk menyiram tanaman," ucap dia.
Namun, Hadi mengaku masih belum mengetahui berapa kira-kira anggaran yang dibutuhkan untuk menerapkan proyek ini. Ia mengaku masih akan menunggu hasil riset untuk nantinya dibicarakan bersama dengan pemerintah setempat.
Tak hanya di Bogor Proyek ini juga akan dilakukan di Surabaya. Untuk pengembangan di Surabaya, Universitas Monash akan bekerja sama dengan Institut Teknologi Surabaya. Guna merangkul masyarakat, pihak peneliti pun turut serta mengajak komunitas peduli lingkungan salah satunya Komunitas Peduli Ciliwung.
Proyek ini bukanlah proyek pertama. Proyek serupa juga pernah dilakukan di Australia. Water Sensitive cities di negara kangguru tersebut dilakukan dengan mengembangkan taman, yang tidak hanya berfungsi untuk meresapkan air hujan, dan melindungi sungai dari polusi tetapi juga untuk menghias kota. "Dengan adanya proyek ini diharapkan dapat menyediakan kota yang ramah bagi masyarakat, selain itu biayanya juga lebih murah dibandingkan dengan metode terdahulu," kata Co Leader Ana Deletic dari Universitas Monash.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI