TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia M. Tito Karnavian prihatin dengan kericuhan tang terjadi di kantor Kepolisian Resor Kepulauan Meranti, Riau.
Menurut Tito, hal ini membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian cenderung menurun. Selain itu, faktor yang membuat tinggkat kepercayaan publik menurun adalah kinerja polisi yang belum maksimal, perilaku koruptif, serta arogansi kekuasaan dan kewenangan.
"Budaya di lingkungan kepolisian belum kondusif dengan tuntutan zaman demokrasi yang lebih terbuka saat ini," kata Tito di Polda Metro Jaya, Minggu, 28 Agustus 2016.
Termasuk, ujar Tito, penggunaan kekuatan dan kekerasan yang berlebihan yang dilakukan aparat kepolisian. Dia mengaku sudah mengimbau jajaran kepolisian di daerah untuk menghilangkan kebiasaan itu. Namun, dia menduga, pesannya belum sampai ke polisi yang bertugas sehari-hari. "Mungkin baru sampai Kapolda dan Kapolres," ucapnya.
Tito meminta polisi, sebagai penyidik, tidak menggunakan kekerasan saat memeriksa tersangka, apalagi langsung menembaknya.
Tito akan berkeliling sejumlah Polda untuk membeberkan arahan langsung. "Saya akan tur ke Polda-polda. Hari ini saya ke Padang, besok (Senin) ke Riau," ujarnya. Tito ingin ada perwakilan dari Markas Besar Polri yang berkantor di setiap Polda. Mereka akan menjadi supervisor.
Tito mengaku tidak mudah menyatukan pandangan polisi dengan cepat. "Menyamakan persepsi 430 ribu orang itu tidak gampang," ucapnya.
Kerusuhan di Polres Kepulauan Meranti terjadi setelah polisi menangkap Apri Adi Pratama, 24 tahun. Apri ditangkap karena diduga membunuh anggota Polres Meranti, Brigadir Adil S. Tambunan, 31 tahun.
Namun Apri tewas setelah penangkapan tersebut. Hal itu menyulut kemarahan warga Desa Selatpanjang. Warga yang emosi melempari kantor Polres Meranti dengan batu dan mengakibatkan sejumlah kaca pecah. Polisi melepas tembakan peringatan ke udara untuk menenangkan warga. Satu warga dilaporkan tewas dalam kerusuhan itu.
REZKI ALVIONITASARI/RIYAN NOFITRA