TEMPO.CO, Jayapura - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengimbau semua elemen masyarakat berpartisipasi dalam upaya memberantas korupsi, salah satunya dengan melapor saat mengetahui dugaan penyimpangan penggunaan anggaran. Hal itu LPSK sampaikan juga kepada masyarakat Jayapura, Papua, dalam sebuah seminar bertajuk “Optimalisasi Pengungkapan Kasus Korupsi melalui Perlindungan Saksi, Pelapor, dan Saksi Pelaku”.
“Hasil pembangunan belum maksimal, salah satunya karena banyak anggaran yang dikorupsi,” ucap Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai lewat keterangan tertulis, Rabu, 31 Agustus 2016.
Dalam seminar yang dilaksanakan atas kerja sama LPSK dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua pada Rabu, 31 Agustus 2016, tersebut, Haris mengatakan korupsi seolah tak pernah selesai menggerogoti kehidupan berbangsa. Dampak korupsi pun mempengaruhi infrastruktur.
“Ada sekolah yang dibangun dengan kualitas rendah. Belum lagi jalanan yang harus selalu diperbaiki hingga tak ada kesempatan membangun jalan lain,” ujar Haris.
Haris menyadari ketakutan masyarakat untuk menjadi saksi atau pelapor tindak pidana korupsi. Saksi biasanya akan takut terhadap ancaman dan intimidasi pelaku. Namun dia menegaskan, negara akan melindungi hak-hak saksi lewat Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban
Perlindungan, tuutr Haris, diberikan sejak tahap penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan. “Bahkan hakim pun harus ikut melindungi saksi. Untuk saksi pun, ada hak dan penghargaan.”
Haris menambahkan, menjadi saksi juga merupakan kewajiban warga negara dan bisa saja dikenai sanksi pidana bila menolak.
Karena LPSK masih berada di wilayah pusat, saksi kasus korupsi di daerah dianjurkan melapor dan mengajukan permohonan lewat polisi dan kejaksaan. Permohonan itu akan diteruskan ke LPSK pusat, setidaknya sampai LPSK memiliki perwakilan di daerah.
YOHANES PASKALIS