TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan anak-anak korban prostitusi online yang baru-baru ini dibongkar polisi harus segera mendapatkan rehabilitasi dan pemulihan. “Jika tidak ditangani serius, mereka berpotensi menjadi pelaku,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu, 31 Agustus 2016.
Niam berujar, rehabilitasi dan pemulihan bertujuan mencegah korban terus mengalami penyimpangan seksual. Ia menuturkan langkah tersebut harus segera diambil. Para korban, menurut dia, awalnya dalam kondisi sehat. "Namun lingkungan membuat mereka menyimpang," katanya.
Para korban terdeteksi setelah Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menahan AR, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia ditangkap atas dugaan tindak pidana perdagangan orang dan eksploitasi anak di bawah umur.
Baca: Heboh Prostitusi Anak, Siapa Saja Pelanggannya?
Menurut Niam, pelaku dan kaum gay yang menjadi pelanggan perlu dikenai Pasal 81 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Perlindungan Anak. Kebijakan tersebut mengatur hukuman pidana, hukuman mati, hukuman seumur hidup, atau penjara minimal 10 dan maksimal 20 tahun. “Si pencabul harus dikejar,” tuturnya.
Sebelumnya, AR pernah terlibat kasus eksploitasi perempuan. AR, yang berperan sebagai muncikari, baru saja bebas dari penjara dua bulan lalu. “Pelaku adalah residivis atas kejahatan serupa dan korbannya lebih dari satu, sehingga terpenuhi unsur untuk pemberatan,” ucapnya.
Jumlah korban dari prostitusi tersebut mencapai 99 anak. Niam mengatakan jumlah tersebut sangat fantastis. Kasus yang terungkap, menurut dia, membangkitkan kesadaran akan ancaman kejahatan seksual yang semakin berkembang.
VINDRY FLORENTIN
CATATAN REDAKSI: Pada Jumat 2 September 2016, judul berita ini diubah dengan tidak mencantumkan istilah 'prostitusi gay' melainkan 'prostitusi anak'. Perubahan ini dilakukan untuk tidak memberikan stigma pada kaum homoseksual yang tidak terkait tindak pidana ini. Redaksi minta maaf.