TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo belum memutuskan apakah akan memperpanjang periode pelaksanaan program pengampunan pajak (tax amnesty) tahap pertama atau tidak. "Presiden Joko Widodo sampai hari ini belum memutuskan apakah perlu melakukan amandemen ataupun perubahan terhadap periode tax amnesty,” ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa, 20 September 2016.
Pernyataan Pramono menanggapi perihal munculnya petisi permohonan perpanjangan periode pertama tax amnesty. “Karena ini sudah berjalan, ditunggu saja kepastiannya," ujar Pramono saat dicegat awak media di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa, 20 September 2016.
Diberitakan sebelumnya, lewat situs Change.org, muncul petisi untuk memperpanjang periode pertama tax amnesty. Petisi itu digagas koordinator Center for Taxataion Analysis Yustinus Prastowo dan hingga kemarin sudah ditandatangani 200-an orang.
Alasan Prastowo mengagas hal tersebut, sebagaimana tercantum di petisinya, adalah untuk memberi keleluasaan bagi mereka yang baru paham tax amnesty. Batas waktu periode pertama hingga 30 September 2016 dianggap terlalu singkat untuk impelementasi dan sosialisasi.
Meski belum bisa memberikan kepastian akan petisi yang beredar dari Prastowo tersebut, Pramono mengatakan bahwa pemerintah akan terus berupaya memberikan kemudahan pelaporan pajak. Hal itu untuk menanggapi salah satu penyebab keluarnya petisi yaitu waktu sosialisasi yang terbatas.
Sebagai contoh, apabila seseorang memiliki Rp100 miliar di bank Singapura, maka orang tersebut tak perlu menunggu izin dari bank bersangkutan. Sebaliknya, pemilik dana bisa langsung melakukan deklrasi uang Rp100 miliar tersebut dan mengurus administrasi untuk repatriasinya belakangan.
"Bagi calon yang akan mendeklarasikan atau repatriasi atau apapun, kemudian dia dananya ada di luar negeri, yang administrasinya masih ada kekurangan itu dipermudah," ujar Pramono.
Total penerimaan yang masuk dari program tax amnesty mencapai Rp 32,07 triliun per hari ini. Berdasarkan situs resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, penerimaan itu tidak hanya berasal dari uang tebusan tetapi juga dari tunggakan pajak dan penghentian pemeriksaan bukti permulaan.
Menurut data statistik amnesti yang termuat di pajak.go.id, penerimaan dari tunggakan pajak atau pasal 8 ayat 3 c Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty telah mencapai Rp 3,06 triliun. Adapun penerimaan dari penghentian pemeriksaan bukti permulaan atau pasal 8 ayat 3 d UU Tax Amnesty telah mencapai Rp 263,11 miliar.
Program pengampunan pajak atau tax amnesty telah berlangsung selama dua bulan sejak pertama kali digulirkan. Undang-Undang Tax Amnesty disahkan pada 19 Juli lalu. Dari program tax amnesty tersebut, pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp 165 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2016.
ISTMAN MP | ANGELINA ANJAR SAWITRI