TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa penyakit sulit terdeteksi karena gejala yang muncul kerap kali dianggap sepele atau justru karena mirip dengan gejala penyakit lain. Hal inilah yang terjadi pada Andrian, salah seorang pasien leukemia Granulositik Kronik (LGK).
"Saya kira ini begah. Rasanya seperti masuk angin, perut saya membesar. Saya pikir itu maag karena saya memang punya penyakit maag. Ketika diperiksa dokter umum, saya dibilang terkena infeksi usus dan disuruh tes laboratorium. Lalu, saya didiagnosis mengidap LGK," ujar Andrian saat ditemui seusai acara peringatan LGK sedunia di Jakarta, Kamis 22 September 2016.
Ketika didiagnosis menderita LGK pada 2011 atau saat Adrian berumur 34 tahun, dia harus mengonsumsi obat sejak itu sampai sekarang. Andrian yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Peduli Leukemia dan Gist (ELGEKA), tetap mengonsumsi obat dengan dosis 400 miligram setiap hari dengan kisaran harga Rp 1 juta per hari.
Ketika ditanya gejala apa yang paling sering dialami, Andrian menjawab kram. "Kalau muncul, bisa tiba-tiba kram di bagian tubuh mana saja, misalnya, ketika saya tidur, tiba-tiba paha kram atau saat saya buka mulut, tiba-tiba kram di bagian mulut," jelasnya.
Namun Andrian tetap menikmati hidupnya. Andrian yang beprofesi sebagai dosen di salah satu univesitas swasta di Bandung ini mengatakan tak punya pantangan soal makanan. "Saya tidak punya pantangan makanan, cuma tidak makan berlebihan saja karena sesuatu yang berlebihan pastinya tidak baik. Saya juga berolahraga lima hari dalam seminggu," tuturnya.
Berkat kedisplinan, kini kondisi Andrian semakin membaik dan ia mengatakan sel-sel leukemianya masuk dalam fase tak terdeteksi.
Artikel lain:
Pertolongan Pertama pada Keracunan Makanan
Kenali 11 Cara Mudah Atasi Flu yang Menyerang
Suasana Hati Mudah Berubah, Cek Dulu Penyebabnya