TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan asal Norwegia menantikan adanya iklim investasi yang atraktif untuk meningkatkan eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik mengatakan pihaknya bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membicarakan sejumlah persoalan.
Di sektor energi, lanjutnya, ada dua pokok pembicaraan, yakni proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan proyek hulu migas. Dia mengungkapkan Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pengembangan PLTA, sementara Norwegia merupakan negara yang kebutuhan listriknya sebanyak 90 persen dipasok oleh PLTA (hydro power).
"Namun, untuk oil and gas, kami ingin membantu untuk meningkatkan eksplorasi migas di Indonesia. Hanya saja, kami masih menanti agar iklim investasi lebih atraktif," katanya di Konpleks Istana Negara, Rabu, 28 September 2016.
Menurutnya, biaya yang dikeluarkan untuk investasi eksplorasi hulu migas sangat mahal di Indonesia. Dengan risiko yang besar dalam eksplorasi migas, lanjutnya, memang seharusnya ada jaminan yang diberikan pemerintah melalui biaya operasi yang dapat dikembalikan ke kontraktor atau biasa disebut sebagai cost recovery.
Norwegia juga salah satu negara yang menerapkan sistem cost recovery seperti halnya Indonesia. Untuk itulah, dia berharap agar iklim investasi migas di Indonesia semakin atraktif khususnya bagi investor asing.
"Jika iklim investasi hulu migas atraktif, saya kira tidak hanya Statoil saja, tetapi perusahaan migas Norwegia lainnya akan turut berinvestasi di Indonesia," katanya.
Statoil merupakan perusahaan migas terbesar di Norwegia. Di Indonesia, Statoil mengelola sebagai operator sejumlah blok migas, misalnya Blok Karama, Blok Aru Through I dan Blok Halmahera II. Selain itu, Statoil juga memiliki hak partisipasi di sejumlah lapangan misalnya Blok North Ganal, Blok Aru dan Balok West Papua IV.
Adapun, pemerintah akan melonggarkan ketentuan perpajakan bagi industri hulu migas. Kendati, pada saat yang bersamaan, pemerintah meminta adanya pembagian keuntungan lebih saat terjadi windfall profit pada sektor ini.
Rencana kebijakan yang akan memunculkan rezim baru ini diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Perpajakan Bagi Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi.