TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Syarif mengatakan banyak politikus dan pejabat negara yang bertransaksi di bawah Rp 500 juta. "Transaksinya sering dan dilakukan dengan sengaja," ujarnya di Tugu Kunztkring Paleis, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Oktober 2016.
Padahal, Laode melanjutkan, nominal transaksi yang tercatat dalam Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ialah di atas Rp 500 juta. Untuk itu, ucap dia, KPK bekerja sama dengan perbankan agar setiap transaksi di bawah Rp 500 juta bisa tercatat dan dilaporkan ke PPATK sebagai peringatan awal.
Salah satu kerja samanya, tutur Laode, adalah menyelaraskan data-data Politically Exposed Persons (PEPS) dengan data yang dimiliki perbankan. Kerja sama itu akan dibahas hari ini bersama Otoritas Jasa Keuangan, PPTAK, dan industri perbankan.
Laode menjelaskan, dalam PEPS itu terdiri atas pejabat negara dan politikus. PEPS, lanjut dia, akan membuat bank mendeteksi transaksi di bawah Rp 500 juta. Dia hakulyakin, kerja sama ini bisa mencegah maraknya korupsi di kalangan politikus dan pejabat negara jika bank melaporkan transaksi tersebut ke PPATK. "Bank juga bisa menghubungi Otoritas Jasa Keuangan," kata Laode.
Namun, Laode belum bisa memastikan apakah pengurus partai politik yang tidak mempunyai jabatan publik akan ikut terpantau atau tidak. "Akan dibicarakan dalam pertemuan," ujarnya. Alasannya, kata dia, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, pengurus partai politik nonpejabat publik tak bisa dijerat KPK.
Toh, menurut Laode, pengurus partai politik yang tidak memiliki jabatan publik bisa jadi tak berhubungan langsung dengan pelaku utama tindak pidana korupsi. Selain itu, Laode menjelaskan bahwa PEPS berguna agar industri perbankan mengelola keuangan dengan lebih hati-hati. "Salah satunya kan punya kriteria atau program yang know your customer seperti itu jadi harus tau customer-nya siapa transaksinya apa, itu saja dulu," katanya.
MAYA AYU PUSPITASARI