TEMPO.CO, Purwakarta - Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, bertekad menghapus praktik pungutan liar (pungli) hingga ke level paling rendah, yakni Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Sebab, di tingkat desa merupakan sumber pungli yang cukup menggiurkan.
"Terutama menyangkut pengurusan e-KTP, kartu keluarga (KK), surat pindah, surat keterangan domisili, akta kelahiran sampai, surat ngadon nikah," kata Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, kepada Tempo, Jumat, 21 Oktober 2016.
Pungli di kalangan aparat desa muncul, ujar Dedi, akibat budaya nitip dari warga, terutama pada saat akan mengurus dokumen kependudukan. Warga secara kolektif biasanya menitipkan pengurusan e-KTP, KK dan akta kelahiran kepada Ketua RT/RW atau aparat desa. "Warga berpikir, kalau ngurus sendiri akan memakan waktu cukup lama dan ongkosnya pasti lebih mahal," tutur Dedi.
Padahal, sejatinya pengurusan e-KTP, KK dan akta kelahiran gratis. Sebab, seluruh pembiayaannya sudah ditanggulangi oleh dana APBD. Namun, karena warga malas, pembuatan kelengkapan dokumen kependudukan itu jadi tidak gratis karena harus memberi uang "jasa" nitip kepada aparat desa.
Untuk menghapus praktik pungli di tingkat desa itu, Dedi berjanji akan meningkatkan honorarium para aparat desa. "Minimal setara dengan upah minimum kabupaten (UMK)," katanya. UMK Purwakarta saat ini mencapai Rp 2,9 juta per bulan.
Agar honorarium ketua RT/RW dan aparat desa bisa setara UMK, Pemerintah Purwakarta, harus mencari tambahan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah sekitar Rp 100 miliar per tahunnya. "Akan terus saya usahakan sampai bisa terealisasi," ucap Dedi.
Pada Tahun Anggaran 2017, honorarium kepala desa di Purwakarta sebesar Rp 6 juta, sekretaris desa Rp 1,8 Juta, para kepala urusan Rp 1,25 juta, ketua RW Rp 1 Juta dan ketua RT Rp 700 ribu per bulan. "Bila masih ada aparat desa yang pungli, bisa diberhentikan atau sanksi tak menerima honorarium," imbuh Dedi.
Kepala Desa Cijunti, Toha, mengapresiasi upaya Dedi menghilangkan praktik pungli di desa dengan cara menaikan honorarium aparat desa setara UMK. "Saya pikir upaya pencegahan pungli seperti itu bisa efektif," katanya.
Toha tak menampik jika selama ini aparat desanya menerima pungli dari warga, terutama yang berkaitan dengan pengurusan dokumen kependudukan. "Besarnya paling Rp 10 hingga Rp 20 ribu, itu buat mengganti ongkos transportasi," ucapnya.
NANANG SUTISNA
Baca juga:
Ahmad Dhani Jadi Calon Wakil Bupati, Maia Estianty Bereaksi
Menteri Ini Ingatkan Muslim: Babi, Alkohol Bebas di Norwegia
Ini yang Terjadi Saat Ayu Ting Ting Bertemu Nagita Slavina