TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius menilai perlu ada perhatian bagi warga negara Indonesia yang kembali dari negara konflik. Ia mengatakan upaya pencegahan terorisme mesti dimulai dari wilayah hulu. "Kami selalu di hilir (penindakan) selama ini," katanya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 28 Oktober 2016.
Suhardi menjelaskan upaya memerangi terorisme tak melulu dilakukan dengan cara-cara penindakan. BNPT bersama dengan 17 kementerian dan lembaga mulai melakukan pendekatan preventif. Sebagai contoh, pihaknya kini melibatkan para mantan komandan jihad yang sudah bertaubat untuk membantu program deradikalisasi.
Baca juga: WNI Simpatisan ISIS Pulang dari Suriah, Apa Kata Wiranto?
Metode seperti ini, lanjut Suhardi, dianggap akan lebih efektif menekan aksi terorisme atau radikalisasi. Langkah pencegahan deradikalisasi itu, ia menuturkan, sudah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo. Menurut Suhardi, Jokowi mendukung agenda BNPT yang ingin menangkal terorisme dari aspek hulu.
Selain itu, pertemuan antara Suhardi dan Presiden Jokowi membahas soal penguatan BNPT. Suhardi menuturkan perlu ada penguatan terhadap BNPT. Penguatan diperlukan lantaran masih ada ruang yang belum diatur dalam Undang-Undang Terorisme. Hal itu, lanjutnya, menyangkut prinsip proactive law enforcement. "Namanya represif untuk preventif," ucap Suhardi.
Simak pula: Pemerintah Beri Mesin Jahit ke Keluarga Terduga Teroris Poso
Ia mencontohkan upaya represif untuk preventif dalam hal pencegahan seseorang yang ingin pergi ke daerah atau negara yang rawan aksi terorisme. Bila tidak ada langkah pencegahan yang diatur dalam UU Terorisme, kata Suhardi, pemerintah akan kesulitan menangani warga negara yang baru kembali dari daerah konflik atau rawan radikalisme. "Orang pulang dari luar negeri tidak bisa diperiksa begitu saja. Ruang seperti itu harus ada formatnya, regulasinya," ucapnya.
Sampai saat ini, pembahasan revisi Undang-Undang Terorisme masih mengambang. Salah satu penyebabnya adalah keberadaan pasal terorisme di revisi Kitab Udang-Undang Hukum Pidana. Hal itu ditakutkan akan membuat Undang-Undang Terorisme dan KUHP tumpang-tindih.
ADITYA BUDIMAN
Baca juga:
Pria Ini Marah Petugas Selamatkan Istrinya yang Tenggelam
Warga Bangka Belitung Demo Anti-Ahok