TEMPO.CO, Jakarta - Ketika bermimpi, Anda adalah seseorang yang terlepas dari sosok sadar. Para peneliti psikologi asal Jerman mengungkapkan hal itu dalam jurnal Consciousness and Cognition edisi Oktober lalu. Penelitian ini membantu menjelaskan mengapa orang yang lahir dengan disabilitas fisik dan orang normal akan memimpikan hal yang sama.
Dalam studi yang dipimpin Judith Koppehele-Gossel, pakar psikologi dari University of Bonn, para peneliti mencoba mengubah mimpi para responden penelitian dengan menghiasi lengan mereka menggunakan titik merah. Kemudian mereka diminta berfokus di tempat itu sebelum tidur.
“Jika mimpi seseorang terkait dengan dunia nyata, orang dengan titik merah di lengan akan berpikir tentang titik tersebut atau warnanya,” demikian tertulis dalam jurnal. Tapi hal tersebut tidak terjadi. Meski seseorang sadar sedang bermimpi, seringkali ia jarang melihat dan merasakan tubuh di alam mimpi tersebut.
Studi yang antara lain beranggotakan Ansgar Klimkeb, psikiatri dari Heinrich Heine University Duesseldorf; Karin Scjermelleh-Engel, psikolog dari Goethe University Frankfurt; dan Ursula Vossc, psikiatri dari VITOS Hochtaunus Klinik, merupakan tindak lanjut dari penelitian sebelumnya tentang menebak orang dengan disabilitas fisik berdasarkan mimpinya.
Dalam studi ini sekelompok orang diminta membaca mimpi orang lain dan mencoba menentukan mana pemimpi yang lahir difabel, seperti lumpuh dan tuli. Tapi hasil riset yang diterbitkan dalam jurnal yang sama pada 2011 itu menyatakan tak ada yang bisa membedakan mana orang terlahir difabel dan normal.
Temuan tersebut menunjukkan pasien paraplegia (penurunan fungsi motorik atau sensorik gerak tubuh), tuli, ataupun bisu tidak bermimpi mengenai kondisi tubuh mereka. “Mereka memimpikan sesuatu dengan pengalaman tubuh normal atau tidak sadar dengan kehadiran tubuh mereka,” ujar Koppehele-Gossel, seperti dikutip dari Live Science.
Koppehele-Gossel mengatakan pertanyaan yang ingin diungkapkan dalam studi terbaru adalah dalam keadaan apa kehidupan dan fisik seseorang dalam dunia nyata berubah dalam mimpi? Apakah beberapa kegiatan mempengaruhi mimpi kita?
Karena itu, Koppehele-Gossel dan tim meminta tujuh perempuan dan tiga laki-laki mencatat mimpi mereka selama tiga bulan. Pada awalnya mereka semua hanya diminta menuliskan apa yang bisa mereka ingat tentang mimpi mereka semalam. Selanjutnya, setiap malam sebelum tidur mereka diminta berfokus menatap lengannya selama 2 menit dan mencatat apa yang mereka mimpikan setiap pagi.
Pada segmen terakhir, para peneliti menerapkan tanda merah tahan air di lengan 10 orang tersebut dan meminta mereka berfokus pada tanda sebelum tidur. Selama periode penelitian, mereka juga diminta menjawab kuesioner tentang bagaimana mereka merasakan tubuhnya selama dalam mimpi.
Setelah itu, para peneliti menyisir narasi mimpi tentang tangan, warna merah, tanda bulat, dan tangan yang lain, untuk mencari tahu apakah kata-kata kunci tersebut mendapatkan perhatian dari para responden penelitian. “Dan tentunya, yang paling penting, apakah berpengaruh terhadap tubuh di dalam mimpi mereka,” ujar Koppehele-Gossel. Tapi dia dan tim tak menemukan perbedaan.
Temuan utama dari studi ini, menurut Koppehele-Gossel, adalah tubuh dalam mimpi tak mudah dipengaruhi oleh perhatian dari alam kesadaran, auto-sugesti seperti “aku ingin bermimpi tentang lenganku”, ataupun perubahan secara eksperimental. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tubuh dalam mimpi ialah konsepsi yang minimalis.
“Tubuh kurang mendapat perhatian secara rinci saat kita berada di alam mimpi,” ujarnya. Sebaliknya, tubuh dalam mimpi terbatas pada “template standar” yang ada dalam mimpi, yang sama dialami oleh penyandang disabilitas tubuh ataupun normal.
Mimpi, menurut tim dalam jurnal, terjadi karena seseorang mengalami tingkat kesadaran tertentu. Orang yang bermimpi memiliki pengalaman dan tanggapan emosional, tapi dengan kesadaran terbatas terhadap tubuh. Ada sedikit masa lalu ataupun masa depan dan biasanya ada sedikit kontrol atas tindakan. Yang jelas, Koppehele-Gossel mengatakan studi ini penting untuk menyelidiki perwujudan mimpi dan karakteristik tingkat kesadaran yang berbeda pada tiap orang.
CONSCIOUSNESS AND COGNITION | LIVE SCIENCE | AMRI M
Catatan Koreksi: Berita ini diubah pada Ahad 13 November 2016 untuk mengganti kata 'cacat' menjadi 'difabel' untuk menegaskan bahwa perbedaan kondisi fisik dan psikis manusia bukanlah aib dan bisa dikompensasi dengan kelebihan di bidang lain.